Oleh: Syam
Saat
ini, salah satu yang menjadi perbincangan hangat di Indonesia dan dunia adalah Islamic
State of Iraq and Syria (ISIS). Pad awalnya, ISIS menggunakan nama Islamic State in Iraq and Levant
(ISIL) yang hanya beroperasi di daerah Iraq. Ketika mereka ikut berperang
melawan Presiden Basyar al-Asad (Presiden diktator dari Syiria), dan memiliki
pengikut yang banyak serta wilayah kekuasaan di Syiria, mereka mengubah nama
menjadi Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). Dengan perkembangan yang
signifikan, pada tanggal 29 Juni 2014 ISIS merubah nama lagi menjadi Islamic
State (IS) atau Negara Islam (Khilafah Islamiyyah) dengan Abu Bakar
al-Baghdadi sebagai khalifahnya.
ISIS,
walaupun menggunakan “nama” Islam, “ideologi” Islam, dan “jargon” Islam (Allahu
Akbar), tetapi sangat jauh dari karakter Islam yang toleran, lembut, dan penuh
kasih sayang. Bahkan ISIS sebenarnya bermaksud menghancurkan Islam dan
menjatuhkan citra Islam yang rahmatan lil’alamin. Dalam perang melawan
orang kafir, Islam mengajarkan etika perang, yaitu tidak boleh membunuh wanita,
anak kecil, orang tua serta musuh yang menyerah dan tidak bersenjata. Islam
juga melarang menghancurkan sarana dan prasarana umum, tempat ibadah, dan
tempat yang dianggap suci oleh musuh. Islam juga mengajarkan tidak ada paksaan
dalam beragama, tidak boleh memaksa orang lain masuk agama Islam dengan ancaman
dan kekerasan.
Karakter
Islam yang sempurna di atas, berbeda dengan karakter ISIS. Dalam hal
kekerasan, Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) mencatat bahwa sepanjang bulan Juni 2014 saja, ISIS telah mengeksekusi
2.417 orang, yang mayoritas rakyat sipil. Sepanjang bulan Juli-Agustus, ISIS
juga mengeksekusi lebih dari 700 anggota suku el-Syeitat dan Yazidi. Dalam hal sarana dan prasarana umum, ISIS menghancurkan lebih dari
24 tempat suci di Mosul, termasuk makam Nabi Yunus, Nabi Syit, Nabi Daniel dan
masjid-masjid Sunni dan Syi’ah. Dalam hal dakwah, ISIS telah memaksa lebih dari
35 ribu warga kristen di Mosul untuk memilih pindah agama menjadi Islam
Eksistensi
ISIS bisa merusak citra Islam yang toleran, cinta perdamaian dan rahmat bagi
semesta alam. Mereka yang tergabung dalam ISIS ini menunjukkan kepribadinnya
dengan cara-cara dakwah yang koersif, yaitu memaksa manusia untuk mengikuti
ideologinya dengan cara kekerasan. Mereka mensosialisasikan konsep khilafah
Islamiyah dengan cara-cara jihad, yakni menggunakan senjata.
Perang
melawan ISIS yang dikomandani Amerika Serikat secara global, seakan perang
terhadap Islam dan kaum Muslimin. Hal ini terjadi, disebabkan oleh adanya
sekelompok orang yang melakukan teror dan memakai simbol-simbol agama Islam untuk
melegitimasi aksi jahatnya. Peledakan sarana sipil dan aksi bom bunuh diri
serta aksi-aksi amoral lainnya, mereka serukan sebagai jihad. Padahal dalam
Islam jihad memiliki makna universal. Jika salah satu makna jihad adalah
peperangan, maka peperangan pun harus dijalankan berdasarkan peraturan, etika, nilai-nilai
dan konteks tertentu yang sudah diatur dalam Alquran dan Sunnah. Kekeliruan
mereka dalam memaknai jihad inilah yang menyebabkan Islam diidentikkan dengan
kekerasan.
Interpretasi
jihad yang salah seperti yang dilakukan ISIS jelas merusak martabat dan citra
Islam sebagai agama yang mencintai perdamaian dan kasih sayang. Jihad yang
dimaksud dalam Islam sebenarnya perintah untuk mengabdi kepada Allah dan
menciptakan kebaikan di muka bumi ini.
Distorsi
terhadap makna jihad dengan mengajak menyerang, membunuh, membantai, dan
menyiksa orang-orang yang di luar kelompok secara eksplisit telah merugikan
Islam. ISIS sebagai gerakan neo-Khawarij (Khawarij Modern) telah membuat
perpecahan dan pembunuhan secara membabi buta. Hal Ini terjadi disebabkan
mayoritas dari pengikut ISIS mencari pengetahuan keislamannya tidak lagi pada
ulama yang alim atau ke lembaga pendidikan Islam yang kompeten. Mereka
lebih suka pergi dan bertanya pada para ulama “kemarin sore” atau bahkan
internet untuk menemukan jawaban-jawaban atas problematika sosial-keislaman
yang mereka hadapi.
Oleh
sebab itu, para pemikir dan aktivis Islam moderat hendaknya memikirkan agar
media-media global dan media sosial tidak dikuasai oleh pemikiran yang ekstremis,
fundamentalis, literalis, radikalis dan menyesatkan. Mereka harus pro aktif
mengampanyekan Islam yang moderat, damai, toleran, progresif.
Kita
tahu bahwa yang telah dilakukan oleh ISIS berupa teror, pembunuhan dan
pengrusakan secara membabi buta di Irak, Suriah dan di negara-negara lain
khususnya di Wilayah Timur Tengah (Middle East) merupakan aksi yang memberikan
keuntungan bagi orang atau kelompok yang memusuhi Islam, membawa kehancuran bagi
negara-negara Arab dan Islam.
Dengan
ideologinya yang ekstrim, fundamental, literal, radikal dan kaku, ISIS telah
menyesatkan banyak pemuda, menipu mereka dengan nama Islam. Sistem ketatanegaraan
yang hendak didirikan oleh ISIS, pada hakikatnya adalah upaya untuk mencemarkan
citra Islam, menghancurkan negara, dan menumpahkan darah manusia yang tiada
berdosa.
ISIS
serta organisasi-organisasi ekstrim lainnya telah sesat dan menyesatkan dalam
menggali nilai-nilai dan dalil-dalil syariat, menyimpang dalam memahami dan
menafsirkan al-Quran dan hadis, memelintir teks-teks keislaman demi membenarkan
sikap dan aksi-aksi brutalnya, tidak segan-segan menumpahkan darah umat manusia,
dan mengeluarkan fatwa-fatwa asing dan munkar demi membenarkan metode takfiri
yang telah menghasilkan kerusakan di dunia. ISIS dengan metode takfirinya tidak
mengenal istilah apapun kecuali kekerasan. Organisasi sesat ini sama sekali
tidak mewakili kelompok dan mazhab apapun dalam Islam. Sungguh ironis sekali
orang yang mengaku Muslim tapi tidak berperilau Islami. Muslim macam apa
seperti ini???
Salah
satu tujuan ISIS didirikan adalah untuk memberantas ideologi-ideologi yang
tidak sepadan dengannya. Target dari serangan ISIS adalah Muslim Syiah, Muslim
Tasawuf (Sufi), para Filsuf Muslim dan bahkan non Muslim. Lalu mereka menamakan
diri sebagai kelompok Ahl as-Sunnah.
Sungguh
Ironis, manakala kelompok ini terkait dengan Ahl as-Sunnah atau menjadi
bagian di dalamnya. Bagaimana mungkin kelompok ini dapat dikatakan sebagai Ahl
as-Sunnah dan perbuatan mereka saja tidak mencerminkan madzhab yang dianut
oleh mayoritas muslim dunia. Sedangkan mereka banyak membunuh dan mengusir
orang-orang Ahl as-Sunnah sendiri.
Kita
berharap, Kaum Muslimin yang menjadi pengikut ISIS untuk kembali ke ajaran
Islam yang indah dan menghormati orang lain. Sebab, jihad dilakukan tidak hanya
dengan cara-cara melakukan peperangan atau senjata. Masih banyak cara-cara lain
yang lebih efektif dan efisien guna menyebarkan Islam di muka bumi tanpa
merusak citra Islam itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar