Oleh: Syam
“Assalamualikaum,” kata seorang bapak yang memasuki kelas. “Waalaikumsalam,”
jawab kita di dalam kelas. Dosen berompi hitam itu masuk dan meletakkan tasnya
di atas meja. Beliaulah N. Faqih Syarif,
spiritual motivator yang sangat menginspirasi. Penulis buku al-Quwwah
ar-Ruhiyyah itu langsung memasangkan kabel LCD ke Laptop yang dibawanya. “Ustadz,
LCD-nya itu tidak bisa.” Kataku dengan sedikit malu. “Oh gitu,”
jawabnya dengan senyuman manis.
Saya pun minta izin, untuk meminjam LCD di akademik. Sebelum
melangkah keluar ruangan. Saya teringat bahwa saya tidak membawa KTM. Saya pun
minta pinjam ke teman-teman. Sebagian tidak ada yang membawa, tiba-tiba ada
perempuan yang memberiku pinjam KTM. Dialah Mahabbah, teman perempuan sekelasku
yang punya minat dan bakat Qira’atul Qur’an. Lalu, saya keluar kelas,
menyusuri lantai, turun anak tangga, langkah demi langkah serta tibalah di
ruang akademik, tempat peminjaman LCD.
“Assalamualaikum,” kataku pada ruangan yang berisi para
karyawan fakultas itu. “Waalaikumsalam, ada apa mas?” sontak mereka. “Saya
mau pinjam LCD bu, soalnya LCD yang ada di ruangan D1.211 itu rusak,”
kataku kepadanya. “Gak ada LCD sudah mas, ada yang pinjem semua,”
jawabnya dengan wajah memerah. “Oh gitu bu ya, terima Kasih ya.
Assalamualaikum,” kataku langsung keluar dan menaiki tangga. Saya pun
kecewa dan bingung. Kemana Saya harus pergi. Sebab LCD di kelas sudah tidak
berfungsi. Saya kembali ke kelas dan memberi tahu bahwa LCD di akademik sudah
habis.
“Masa tidak ada cong? coba pinjem remot saja,” kata salah
seorang temanku, Hakim, dengan logat khas Madura. Saya kembali lagi ke
akademik. Saya tanya kepada karyawan fakultas, Alhamdulilah ternyata remot yang
kami maksud ia berikan. Dengan segera Saya menuju ke kelas, dan memberikannya
kepada Hakim. Kita berdua berusaha sekuat tenaga, pantang menyerah dan tak
mengenal putus asa. Tapi apa daya manusia, Allah berkehendak lain. LCD tetap
saja tidak bisa, walaupun kita berusaha mengoperasikannya melalui remot.
“Tak masalah sudah mas,”
kata Pak Faqih kepada kita. Beliau bercerita tentang masalah yang serupa dengan
kejadian kelas itu. Pada suatu hari, ketika beliau menjadi manajer di salah satu
perusahaan. Direktur perusahaan mengundang salah seorang trainer guna
memberikan training motivasi bagi para pegawai dan karyawan pada perusahaan
itu. Pada saat hari yang ditentukan, trainer itu datang dan bersiap siaga untuk
memberikan trainingnya di suatu ruangan. Ia membawa laptop yang berisi materi
training. Sedangkan ruangannya sudah terdapat LCD dan proyektor. Tapi apa kuasa
manusia, listriknya mati dan secara otomatis ia tidak dapat menampilkan materi
yang di laptopnya melalui LCD dan proyektor itu. “Trainernya itu bingung,
dan selalu bilang ke saya, bagaimana ini Pak Faqih,” kata pak Faqih sambil
menirukan ekspresi orang tersebut.
Sebagai seorang manajer yang sudah dipercaya oleh sang direktur,
Pak Faqih merasa bertanggung jawab untuk mensukseskan acara tersebut. Mengingat
trainer yang tidak bisa berbuat apa-apa lantaran listriknya mati serta tidak
mempunyai inovasi untuk mengisi program tersebut. Maka beliau pun mengajak para
peserta yang terdiri dari para pegawai dan karyawan perusahaan untuk membuat
acara baru inovasi asli dari beliau. Pak Faqih meminta mereka untuk keluar ke
alam bebas dan menyuruhnya turun ke sungai dengan membawa lilin yang sudah
berisi api, yang sebelumnya sudah dipersiapkan oleh panitia.
Ketika para peserta menyusuri semak belukar, Pak Faqih bercerita
tentang tujuan hidup. Beliau menghipnotis mereka dengan suara pasti tapi
santai. “Ketika Anda pulang ke rumah Anda, lalu di rumah Anda penuh dengan
orang. Anda pun sulit melewati kerumunan orang itu. Anda bingung harus lewat
mana. Namun dengan usaha Anda yang keras itu, Anda bisa masuk dengan ramainya
orang di rumah Anda itu. Anda melihat ada orang yang terbentang dan sudah tak
bernyawa lagi, terbujur kaku semua badannya. Anda mendekati dan membuka secara
perlahan-lahan kain yang menutupi wajahnya itu. Anda buka dengan
perlahan-lahan, ternyata yang sudah terbujur kaku dan tak bernyawa itu adalah
Anda,” katanya dengan menirukan ekspresi pada waktu training para pegawai
dan karyawan di salah satu perusahaaan itu, yang beliau menjadi manajernya.
Teman-teman pun bersimpuh mendengarkan untaian cerita dari Pak Faqih
yang enak di dengar itu. Seakan-akan semua yang ada di kelas terbayang seperti
melihat langsung kejadian tersebut. Menurutnya, salah satu hal pelajaran yang
dapat diambil oleh kita adalah bahwa, setiap pembicara harus siap menghadapi
tantangan dan rintangan ketika acara sedang berlangsung, baik listriknya yang
mati atau lainnya. Seorang pembicara yang bijak harus memiliki beberapa Planning
dalam menyampaikan materi kepada audiens-nya. Ia tidak hanya memiliki satu Planning,
tapi memiliki dua sampai tiga Planning. Seorang pembicara harus
memiliki inovasi dalam suatu program acar.
Beberapa menit berlalu. Pak Faqih menawarkan kepada mahasiswa untuk
membeli buku yang dibawanya. “Saya bawa buku sepuluh ini. Silahkan yang mau
beli. Bisa dibayar minggu depan. Atau dicicil sepunyanya dulu,” kata pak
Faqih kepada kita. Salah seorang teman pun bertanya tentang harga buku itu. Pak
Faqih pun menjawab bahwa buku karyanya yang berjudul, “Kiat Menjadi Da’i
Sukses” itu harganya Rp. 40.000, jika membeli langsung ke beliau. “Jika
kalian membeli di toko buku, insya Allah Rp. 70.000-an lah,” katanya kepada
mahasiswa.
Teman-teman pun bingung. Tak seorang pun mahasiswa yang bergegas
kecuali Handika. Pria berambut seperti jarum itu duduk di sebelah utara, di
depan meja dosen itu langsung mengambil buku dari meja pak Faqih. Secara
bergiliran, mahasiswa mulai mengambil buku. Tak terasa buku sudah tinggal satu.
Saya pun langsung bergegas untuk mengambil buku yang terakhir itu. Saya kembali
ke tempat duduk semula, barisan kedua dari depan. Buku yang belum saya baca itu
pun langsung dipinjem Baiti, “Tak baca dulu yan Syam,” katanya dengan
senyum manis. “Hehe, bukumu mana tadi dah, bukan Baiti juga punya tadi?,” kataku dengan
sok tak tau. “Hehehe, itu bukan punyaku Syam. Aku gak beli kok. Aku pengen
fotokopi aja dah. hehehe” katanya dengan senyuman diiringi dengan malu-malu
kucing. “Sampeyan ijin aja dulu ke beliau, jangan
langsung di fotocopy,” nasehatku pada Baiti. “Ya tak apa-apa palingnya
Syam, kan ilmu sih, hehe,” jawabnya kepadaku.
20 menit kemudian, Pak Faqih menyuruh kita untuk membuka halaman 57
dengan pembahasan tentang, “Memahami
dan Mengenal Mesin Kecerdasan Anda.” “Enakan punya buku ya Baiti,”
sindirku padanya. “Hehe,” responnya. Sebagai teman yang baik, saya tidak
meletakkan buku pada pangkuanku, tapi saya diletakkan di meja, di mana saya dan
Baiti dapat membaca bersama. Berbagi di dalam kebersamaan itu lebih indah dari
pada untuk pribadi.
Menurut Pak Faqih, bahwa ada empat belahan dalam otak yang memiliki
fungsi khuus berkaitan dengan kecerdasan manusia. Di antaranya sensing,
thinking, intuiting, feeling dan instinct. Menurutnya Sensing
(S) untuk belahan otak kiri bawah. Beberapa ciri khas orang dengan mesin
kecerdasan Sensing adalah ulet, cara kerjanya teratur dan biasa bekerja
secara efisien, pandai dalam ketelitian kerja, mencari fakta dan mengandalkan
pengalaman, orientasi kerja atau materi, perannya player, yielding,
kunci suksesnya meningkatkan skala dan waktu.
Yang kedua adalah thinking (T) untuk belahan otak kiri atas,
yaitu pandai, cara bekerjanya mandiri, terbiasa efektif, pandai dalam mengejar
akurasi, mencari data, mengandalkan analisis, orientasi kerjanya proses dan
sistem, peran controller, ekspektasi managing, kunci suksesnya
mengefektifkan sistem. Selanjutnya, Intuiting (I) untuk belahan otak
kanan atas yaitu kreatif, cara bekerjanya variatif, terbiasa solutif, pandai
dalam mencipta produk, mencari pola, mengandalkan intuisi, orientasi kerja ide
dan kreativitas, peran initiator, ekspektasi creating, kunci suksesnya
mengkapitalisasi aset.
Feeling (F) untuk
belahan otak kanan bawah yaitu, empatik, cara bekerjanya bersama, terbiasa
persuasif, pandai dalam membangun kerja sama, mencari cerita, mengandalkan
hubungan, orientasi kerja orang dan hubungan, peran supporter, ekspektasi leading,
kunci suksesnya menempa orang. Sedangkan Instinct (In) untuk bagian otak
tengah yaitu, altruis, cara bekerjanya spontan, terbiasa responsif, pandai
dalam hal-hal yang lebih taktis, mencari ringkasan, mengandalkan kesigapan,
orientasi kerja peran dan pelibatan, ekpektasi contributing,
memperlancar hubungan.
Tak hanya itu, Pak Faqih pun membahas pola komunikasi dari
tiap-tiap belahan otak itu. Thinking, memiliki cara berkomunikasi dengan
bicara konsekuensi fokusi pada pekerjaan logis. Jika Sensing, bicara
pengalaman fokus pada fakta pragmatis. Sedangkan Intuiting, bicara
kemungkinan fokus pada solusi imaginatif. Yang terakhir adalah Feeling,
dengan bicara perasaan fokus pada orang bombastis.
Dengan sangat jelasnya, beliau juga menjelaskan tentang kekuatan
dari setiap masing-masing belahan otak itu. Kekuatan otak pada Thinking,
adalah sistematis, kuat pada analisis dan logika, mensitematiskan proses, problem
solving, management, metode diskusi dan simulasi. Sedangkan kekuatan pada Sensing,
adalah kekuatan pada materi dan pendukungnya serta pengalaman, metode
penggunaan alat dan demonstrasi. Jika kekuatan pada Intuiting, adalah
imajinasinya liar, entrepreneurship, gagasan baru, perubahan,
kreativitas, metode sosiodrama dan petualangan. Yang terakhir adalah Feeling,
adalah strory telling, menyentuh hati, renungan, berurai air mata,
inspirasional, bombastis, leadership dan metode ceramah.
Sesekali dalam pembahasannya, menanyakan kepada kita, termasuk
kategori manakah otak kita. Sebagian teman yang lain sudah mulai menebak.
Seperti apa karakter otaknya. Tetapi sebagian yang lain masih belum menemukan
otak yang tertentu. Beberapa teman sekelas pun tertuju kepada salah seorang
teman kelas. Teman-teman mengira bahwa apa yang dijelaskan Pak Faqih itu memilik
kesamaan karakter dengan salah satu teman kita di kelas pada waktu itu.
Dosen tinggi dan gagah itu menjelaskan bahwa kebanyakan Presiden di
Indonesia memiliki mesin otak Feeling. Jokowi, Susilo Bambang Yudhoyono,
Gus Dur, Soeharto dan juga Soekarno. “Soekarno saking terlalu memiliki mesin
otak Feeling. Sehingga ia memiliki banyak Istri,” katanya. Ungkapan lucu
itu pun disambut gelak-tawa oleh mahasiswa di kelas.
Waktu tak terasa sudah menunjukkan jam 13.30, Pak Faqih meneruskan
penjelasannya pada halaman 60 yaitu “Memahami dan Mengenal Gaya Komunikasi
Anda.” Menurutnya ada tiga gaya komunikasi manusia ketika menyerap
informasi. Dalam dunia pendidikan di era modenisasi ini dikenal dengan istilah
modalitas belajar VAK. “Apa itu VAK?,” tanyanya kepada mahasiswa.
Sebagian mahasiswa menjawab bahwa VAK adalah singkatan dari Visual, Auditori
dan Kinestetik. Seagian mahasiswa yang lain bertanya ke yang lain, di halaman
berapa penjelasan tersebut.
Pada pembahasan pertama, Pak Faqih menjelaskan secara gamblang
tentang Tipe Visual. Menurutnya, tipe ini adalah dikhususkan kepada mereka yang
lebih mudah menyerap informasi dengan penglihatan atau visual. Karakter orang
dalam tipe ini cenderung bernapas pendek-pendek lewat dada, berbicara cepat.
Mereka suka menyela pembicaraan orang lain, bergerak cepat, makan cepat, penuh
energi dan berbicara dengan nada tinggi.
Tak hanya itu, meraka juga berpenampilan rapi, sehingga enak
dipandang. Dalam mengambil keputusan, selalu berdasarkan apa yang mereka lihat.
Sedangkan pilihan kata orang-orang visual antara lain, melihat, memperhatikan,
menonton, menunjukkan, memandang, membayangkan, mewarnai, memvisualisasikan,
penglihatan dan sudut pandang. Jika ia ingin mengutaraan sebuah pendapat,
senantiasa mengatakan, “lihatlah dari sudut pandang saya.” Ketika tidak
memahami pendapat orang lain, ia akan mengatakan, “Ide Anda kabur.” Jika
meminta kepada orang lain untuk memperatikan apa yang disampaikan, mereka akan
mengatakan, “Bisa Anda bayangkan?.”
Mahasiswa pun diam seribu bahasa, sambil mengangguk-nganggukkan
kepala. Pak Faqih pun langsung menjelaskan ke tipe selanjutnya. Yaitu Tipe
Auditori. Dalam tipe ini, mereka akan lebih mudah menyerap informasi dengan
mendengar atau dengan cara diceritakan atau dijelaskan orang lain. “Orang dalam
tipe ini cenderung bernafas lewat diafragma,” ungkapnya. Mereka pun juga
lebih senang mendengarkan daripada bernicara, ketika berbicara menggunakan
variasi warna suara.
Pak Faqih juga menasehati kita, jika berkomunikasi dengan tipe ini
harus berbicara dengan pelan dan teratur, ubah-ubah warna suara kita.
Menjelaskan situasi dengan detail dan dapat dilanjtkan dengan dikusi melalui
dialog. Sedangkan pilihan kata orang-orang auditori adalah, dengar,
mendengarkan, mengatakan, kegaduhan, bunyi, bicara, kesunyian, nada, ritme,
kedengarannya akrab, kedengarannya itu iede yang bagus, ada yang ingin saya
katakan dan lain-lain. Jika meminta kepada orang lain untuk memperatikan apa
yang disampaikan, mereka akan mengatakan, “Dengarkan, saya punya ide bagus?.”
Terakhir adalah Tipe kinestetik. Orang bertipe ini, mereka akan
lebih mudah menyerap informasi dan pengetahuan dengan cara melibatkan gerak dan
menyentuh perasaan mereka. Ciri-ciri tipe ini adalah cenderung bernapas dalam
dan tenang. “Orang ini juga lebih mengutamakan perasaan,” kata pak
Faqih. Dalam menganbil keputusan, senantiasa didasari oleh perasaan dan emosi.
Jika kita berkomunikasi dengan orang yang tipe ini. Kita harus bisa membuat
mereka, “merasakan” apa yang kita katakan.
Sedangkan pilihan kata orang kinestetik adalah merasa, emosi,
tenang, frsutasi, tertekan, malu, gugup, kesepian, santai, stress. Selain itu,
mereka juga mengatakan, Saya setuju, Anda sangat Emosional; Saya tidak suka di
bawah tekanan. Saya lebih suka ketenangan; Bisakah Anda merasakan yang saya
rasakan; Di sini dingin. Apakah Anda merasakannya? Jika mengapresiasi pendapat
orang lain, mereka berkata, “Ide Anda benar-benar menyentuh perasaan.”
“Dengan mengetahui mesin kecerdasan kita dan mengenal komunikasi
kita dengan baik hal ini sangat membantu kita dalam menunjang keberhasilan
dakwah, sehingga kita bisa menyesuaikan dan menggunakan modal anugrah Allah di
atas dengan tepat, sesuai dengan audiens yang kita hadapi,” betulah pesan
inspiratif Pak Faqih kepada kita.
Sebelum menutup kuliahnya, beliau menanyakan kepastian kita untuk
berkumpul di rumah beliau setiap pagi hari Jum’at. “Sebagian kita kalau
jum’at pagi ada kuliah Bapak, lalu bagimana ini?,” kata salah seorang
teman, tapi saya lupa siapa yang mengatakan itu. Beliau pun menawarkan kepada
kita bagaimana kalau kita berkumpul setelah shalat Jum’at saja. Teman-teman pun
menyetujui hal itu. “Apakah Jum’at besok ini bapak (17 April 2015)?,”
kata salah seorang temanku. “Saya Jum’at ini ada acara ya, gimana kalau
jum’at depannya lagi (24 April 2015)?” katanya dengan penawaran yang sangat
bijak. Teman-teman pun menyetujui permintaan dosen yang sangat cerdas itu.
Kuliah pun di akhiri dengan membaca Surat al-Ashr dan doa penutup
majlis. Sungguh indah kuliah ini.
Teman-teman pun secara bergiiran munuju Pak Faqih. “Ada apa itu,”
bisik hatiku. Tak kuasa menahan rasa penasaran, saya pun mendekati juga. Eh
ternyata, mereka meminta tanda-tangan beliau dari buku yang telah dibeli
teman-teman. Tak hanya itu, beliau juga menulis kata-kata bijak pada halaman
pertama buku tersebut. Kini saatnya giliran saya, saya pun memberikan buku yang
saya pegang kepadanya. Setelah ditanda-tangani sebagaimana seperti yang
lainnya, beliau juga memberikan kata-kata mutira pada bukuku. Subhanallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar