Oleh: Syam
Sumber Foto: http://blog.student.uny.ac.id/andrianawisnu
“Assalamualikum,” kataku ke dalam
kelas. Saya memasuki kelas dan terlihat ada tumpukan buku. Saya lihat dan
ternyata itu adalah buku-buku saya yang di pinjam baiti. “Baiti, ini buku
saya ya? Kayaknya masih ada yang kurang ini ya?,” kataku padanya. “Iya
Syam, tinggal dua masih yang ada di aku, hehehe,” katanya sambil
senyum-senyum manis.
Beberpa
menit di kelas, Prof Ali Aziz datang dan langsung duduk di kursi dosen yang
sudah tersedia. Beliau mengapresiasi beberapa tulisan-tulisan kita yang sudah
ada di Blog. Ketika beliau enak dalam menjelaskan, tiba-tiba datanglah Bapak
Addin Hadiri, Host TVRI. Beliau yang akan memberikan ilmu Host dan public
speaking kepada kita siang ini. Prof Ali mempersilahkan beliau untuk duduk
di kursi kayu yang sudah tersedia di depan. Saya pikir bahwa, tidak pantas
beliau duduk di kursi kayu itu.
Kemudian
saya bergegas mencari kursi empuk yang ada di antara kita. Eh ternyata kursi
itu ada di sebelah selatan yang di atasnya ada tas. Saya tidak tau itu tasnya
siapa. Saya memindahkan tas itu pada kursi kayu disebelahnya, lalu saya
memindahkan kursi itu secara perlahan-lahan dengan mengganti kursi kayu yang
telah diduduki oleh Pak Addin beberapa menit yang lalu itu. Beliau pun senyum
kepadaku, “Terima kasih mas,” katanya. “Iya sama-sama bapak,”
kataku sambil kembali ke tempat duduk semula.
Beliau
sungguh berterima kasih kembali atas doa dan silatur rahim kita di kelas. Menurutnya,
semoga silatur-rahim kita yang kedua ini dapat bermanfaat. Sebab beliau secara
khusus diminta oleh Prof Ali. “Walaupun Suara saya sampai detik ini masih
seperti ini,” katanya dengan penuh tawakkal. Kemudian Prof Ali menyuruh
teman-teman maju ke depan membentuk lingkaran. Saya pun memberikan kursi kepada
Bapak Addin. Di saaat Pak Addin mengatakan, “Ditungggu Professor jadi malu,”
Prof. Ali keluar dengan membawa sejumlah kertas yang dipegang menggunakan
tangan kiri.
Ketika
Pak Addin mengungkapkan rasa syukur dan kebahagian yang mendalam dapat hadir di
kelas, tiba-tiba Trisno melewati di depannya Pak Addin dengan berjalan. Pak
Addin senang bisa diberi kesempatan untuk memberi Ilmu kepada kita tentang
Public Speaking. “Bagaimana menjadi Host yang handal, yang baik, yang tentu bukan
menjadi host yang seperti sekarang ini yang banyak muncul di TV-TV swasta,”
ungkapnya dengan sedikit kecewa. Menurutnya, mayoritas host di TV-TV swsata saat
ini adalah selebritis, aktri, aktor, bintang film dan bintang senetron. Mayoritas notabene mereka mungkin tidak pernah
belajar seperti apa yang kita pelajari di kampus. Namun, mereka berangkat
sebagai seorang publi figur, yang sudah dikenal oleh masyarakat. Anehnya, mereka
sudah mampu berbicara di hadapan khalayak umum. “Keberanian sudah ada.
Mental sudah bagus. Kemudian wawasan juga sudah bagus. Tentunya saya kira
mereka sudah banyak memiliki pengalaman-pengalaman. Sehingga keberanian mereka
tampil itu, sudah tidak ada persoalan. Ini menurut mereka,” pungkasnya
sambil melambaikan tangan.
“Tetapi
bagi kami praktisi televisi itu, tidak menjamin seperti Narji, tampil seperti
itu. Tetapi kalau orang seperti Narji itu. Kalau berangkat dari disiplin ilmu
yang belajar. Kamudian dia ikut seleksi di televisi. Tentu tidak akan bisa
tampil.” sambil menunjukkan tangannya kedirinya sendiri. “Kalau mungkin
Andika Pramata, cukup bisa menilai positif, karena rodok ganteng ya,”
tambahnya. Mahasiswa pun tertawa berbahak-bahak, mendengar perkataan
spektakuler itu. Menurtnya, beliau mengatakan seperti itu, bukanlah menghina
ataupun meremehkan orang lain. Sebab struktur wajah dapat mempegaruhi terhadap
konsntrasi audies. Semakin ganteng dan cantik seorang Host, maka audiens akan
semakin tertarik. Begitu juga sebaliknya. Belum selesai melanjtkan
penejelasannya, tiba-tiba Pak Addin menoleh ke samping kiri. Sebab ada pintu
yang seakan-akan terbuka. Ternyata Hakim sedang membawa Sound. “Oh ada ya.?
Karena suara saya masih belum seperti dulu. Powernya di situ ya? Ada powernya?
Oh ada? Oh buka coloknya itu,” ungkapnya dengan ekspresi senang.
Beliau
pun meminta untuk melanjutkan materinya. Sebab kita harus menulis tujuh
halaman, yang menurutnya hal itu tidak sedikit. Beliau menginfornmasikan bahwa
bagaimana menciptakan seorang host yang tidak keluar dari koridor-koridor etika.
“Mungkin masih TVRI ya,” katanya sambil menoleh ke samping kanan. Sebab kita melihat Hakim yang sedang memeriksa
microphone-nya dengan ucapan “test.” Sehingga semua yang ada di kelas
termasuk pak Addin tertuju kepadanya. “Test satu, dua tiga,” katanya
sambil berjalan dan memberikan microphone-nya ke Pak Addin.
“Anda
calon presenter. Coba mic itu jangan di fuuuuuuuh. Satu dua fuhhhh. Itu sudah
salah, ini ilmu kan,” tegur Pak Addin kepada Hakim. Teman-teman pun ketawa
berbahak-bahak. Beliau menjelaskan bahwa jika kita ingin memeriksa microphone
sedang on atau off, cukup diketuk saja. Sebab di dalam Microphone ini,
menurutnya, ada kain selaput tipis. Beliau menganalogikan seperti seorang gadis
yang ada selaput perawannya itu. Jika hal itu disebul buanter, ia akan robek.
Sehingga mempengaruhi kualitas microphone.
“Bagaimana
sih menjadi seorang host, presenter atau kalau dulu itu adalah pewawancara?,”
tanya Pak Addin kepada mahasiswa. Menurutnya, Host ini adalah istilah yang baru
saja muncul. Pada zaman dahulu, tidak ada yang mengenal apa itu Host, yang ada
hanyalah menjadi pembawa bicara. “Saya sebentulnya membawa contoh-contoh rekaman
Talk Show. Saya akan memperlihatkan, bagaimana ketika kita menjadi Host atau
presenter, kemudian ketika kita menjadi narasumber,” katanya. Dengan
menonton langsung bagaimana seorang presenter atau host dan narasumber tampil,
maka akan memudahkan kita untuk meniru teknik-teknik mereka.
“Dan
satu lagi yang saya alami, yang saya lakukan adalah kita juga bisa nyanyi,”
katanya dengan senyum manis. Hal Itu bisa dimiliki oleh seorang host dalam
menunjang profesinya. Menurutnya, seseorang yang bisa nyanyi, ia telah mampu
berucap dan bertutur kata dengan penuh keindahan. Ia akan mengatur kata demi
kata, kalimat demi kalimat yang ia keluarkan, sehingga menghadirkan suatu lagu
yang orang lain dengarkan.
Beliau
mengungkapkan bahwa ada satu contoh yang sekarang masih disiarkan oleh SCTV melalui
program Inbox pagi. “Ketika sesi menebak judul lagu. Itu putri sangkar
membacakan teksnya itu tidak dengan berlagu. Ya (baiti menjawab ya-ya). Anda
melihat persis misalanya lagu. “SEPANJANG JALAN KENANGAN KITA SELALU BERGANDENGAN
TANGAN,” jelasnya kepada mahasiswa. Setelah itu pemirsa menebak itu lagu
apa. Kalau kita tidak mempunyai pengetahuan tentang lagu itu tidak akan bisa
menebak. Itulah manfaatnya dari belajar menyanyi sebagaimana yang diungkapkan
oleh Pak Addin Chadiri. Teman-teman pun bernyanyi bersama-sama di kelas pada
bait “SEPANJANG JALAN KENANGAN KITA SELALU BERGANDENGAN TANGAN.” Selesai
bernyanyi, teman-teman pun ketawa berbahak-bahak.
Jika menjadi seorang host atau presenter tidak
bisa bernyanyi, tentu akan berbeda ketika perform di televisi atau di
hadapan public. “Itu sudah saya rasakan,” katanya. Beliau
bercerita bahwa ada teman satu profesi yang masih junior di bawahnya. Orang itu
cukup terkenal di Jawa Timur dulu. Yang tidak perlu disebutkan namanya agar
terjaga nama baiknya. Hanya saja dia tidak bisa bernyanyi. Ketika semuanya bernyanyi
waktu reoni pembawa acara TVRI seluruh Indonesia di Jakarta. Yang tidak bisa bernyanyi
menjadi minder, termsuk juga dengan pembawa acara top itu.
Beliau
menjelaskan bahwa berbicara itu memiliki intonasi, ada naik-turunnya suara. “Kalau
kita berbicara, “Saudara pemirsa, selamat pagi selamat bertemu kembali dengan
saya,” kan ini. “Saudara pemirsa, selamat pagi selamat bertemu kembali dengan
saya,” in ikan bagus,” katanya dengan intonasi bagus. Orang yang
mendengarkan suara seperti itu, telinga kita bisa menerima dengan baik. Beliau
tidak berharap ada lulusan dari dakwah yang pernah menerima ilmu darinya ada
yang lifestyle, yaitu berbicara dengan tersendat-sendat. “Anda berbicara,
“Saudara pemirsa, eeeee, selamat pagi, eeee, selamat bertemu kembali, eeeee
senang sekali, eeeee,” katanya dengan memberi contoh kepada kita untuk
menghindarkannya.
“Cara
menanggulanginya gimana pak?” kata salah seorang mahasiswa. Menurtnya, ada
satu cara yang sangat efektif yaitu dengan menarik kalimat terakhir dengam agak
panjang. Misalnya, “Selamat pagi saudara pemirsa selamat bertemu kembali
dengan saya Addin Hadiri, mudah-mudahsan saya harapkan anda di semua rumah
sehat wal afiyat. Kalau berbicara dengan ada “eeee” itu berarti otaknya Blank,”
katanya mencontohkan. Ketika kita membaca kalimat pertama dan kedua, mata sudah
lari ke kalimat ketiga, maka itu akan lancar. Tetapi jika kita berhenti,
Kebelakangnya tidak akan lancar. Inilah salah satu cara bagaimana kita
berbicara dengan lancar.
Beliau
yakin bahwa semua mahasiswa yang ada di kelas ini tidak semuanya berbicara dengan
lancar. Apakah disebabkan oleh gangguan indra mulut, struktur gigi dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, menurutnya, tidak ada orang yang bertutur
kata sama persis dengan orang lain. Baik
naik-turunnya irama, pemenggalan kalimat begitu juga dengan kejelasan dalam
mengatakan a-i-u-e-o. Beliau mengungkapkan bahwa ada orang yang tidak mangap,
tapi cukup jelas dalam bertutur kata. Seperti apa yang dilakukan oleh seniornya
yang bernama Syazli Rais, penyiar di Jakarta. “Tapi kalau saya tidak bisa
jelas. Anda mungkin mangap dan jelas. Ada yang sudah mangap tapi masih belum
jelas,” ungkapnya. Agar tidak ada kendala dalam rongga mulut kita. Beliau
mengutip sebagaimana yang diuangkapkan oleh Endang bahwa berlatihlah dan memperbanyak
mengatakan “a-i-u-e-o.” Beliau yakin bahwa kita sudah diajari oleh Prof Ali
dalam mengungkapkan huruf-huruf konsosnan itu.
Menjadi
Host, harus berbicara dengan keras, sebagaimana yang beliau pernah singgung ketika
kita berkunjung ke rumah beliau. Beliau menyuruh kita untuk berlatih di pantai,
salah satunya ke Pantai Kenjeran. Hal
ini dilakukan bukan niat negatif, tapi kita membawa Naskah untuk berlatih. Di
suara ombak yang besar itu, kita membaca naskah agar melonggarkan pita suara
kita.
Bagi
Pak Addin sekarang yang masih mendapatkan ujian dari Allah SWT, masih belum bisa
berteriak. “Dulu saya Alhamdulillah, tidak sombong. Saya nyanyi menirukan
Charles bisa. Karena latihan,” ungkapnya dengan memberi semangat kepada
mahasiswa. Jika beliau memiliki waktu senggang. Beliau masuk karaoke dengan bernyanyi sendirian hingga dua puluh
lagu dengan sekitar dua jam. “Pita suara saya masih gerok,” katanya
sambil memegang leher. Beliau yakin suatu saat nanti bisa sembuh dengan izin
Allah SWT. Beliau bercerita bahwa penyakit suara yang dideritanya itu sudah mencapai
lima bulan, yang dimulai dari November, hingga April. “Allah belum
mengijinkan saya untuk puliah kembali. sedangkan Prof. Ali enam bulan. Beliau
enam bulan sakit, suaranya hilang itu,” curhatnya.
Anehnya,
di luar dugaan dirinya. Beliau hari Jum’at tanggal 17 April menjadi pembawa
acara pada Hari Ulang Tahun Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia di Masjid
Nasional Al-Akbar surabaya yang dihadiri oleh Presiden RI, bapak Ir. H. Joko
Widodo, yang disiarkan langsung TV9. “Ya Alhamdulillah, Allah mengijinkan
saya, iso mettu suaraku. Itu yang heran saya,” ungkapnya. Menurutnya Sound System pada waktu itu bagus. Teknik
berbicaranya, beliau mengambil dengan sangat dekat sekali dengan microphone.
Jadi tidak terlalu kelihatan kalau suaranya sedang bermasalah. “Alhamdulillah
tidak ada yang komplain, Tapi selesai itu saya pulang, gerok maneh,” curhatnya.
Artinya kita harus pandai-pandai mensiasati bagaimana karakter microphone
serta bagaimana cara yang harus kita lakukannya. Mulut sebagai alat berbicara yang
kita miliki harus mempunyai kepekaan yang tinggi.
“Kalau
microphone seperti ini, suaranya kalian ini gak masalah. Tapi buat saya yang
sedang sakit. Saya harus mencari jarak yang aman,” ungkapnya sambil
menunjuk pada microphone. Microphone yang baik, menurutnya adalah
yang tidak terlalu memengkakkan telinga, tetapi juga tidak terlalu sulit
didengarkan. Microphone brodcast di televisi jarak sekitar 30 cm
itu sudah bagus, karena bisa mencapai jutaan. “Kalau microphone seperti ini
bisa mencapai 250, 300,” katanya
sambil menunjuk microphone.
Menurut beliau, kita sebagai calon host, presenter harus mengetahui
karakteristik microphone. Bagaimana caranya kompilasi suara kita keluar
dengan enak didengar, bisa dimengerti. Sehingga orang dapat mendengar dengan
baik.
Menurutnya,
berbicara itu harus diolah. Sebab orisinilitas sangat dibutuhkan. Beliau
menceritakan ketika menjadi juri di IDMI (Ikatan Da’i Muda Indonesia), enam puluh
persen peserta meniru gaya suara KH. Zainuddin MZ. “Anda oke meniru
muballigh yang sedang kondang, tetapi Anda harus konsisten,” katanya kepada
pesera pada waktu itu. Jangan sampai hari ini kita bisa tampil prima, bulan depan
kita sudah hancur. Disebabkan selalu meniru gaya ceramah seseorang yang sedang
tenar. Meniru suara, menurutnya, tidak akan mempertahankan konsistensianya.
Jadi poinnya suara ini harus orisinil. “Tetapi kita harus masak suara itu,”
tambahnya.
Beliau
melarang kita untuk berbicara dengan nafas dada. Sebab pernapasan yang bagus
itu adalah pernapasan perut. “Perut saya ini sudah main ketika berbicara,”
katanya sambil mengganti microphone lainnya. Latihannya adalah kita
sedot pakai hidung, kemudian kita lepas lewat mulut. Ketika kita nyedot, perut
ditarik. Ketika kita keluarkan perut dikembungkan. Begitu seterusnya. Menurutnya,
kalau sudah terbiasa, perut akan main dengan sendirinya. Jadi tanpa menggunakan
perpasan hidung. Sehingga tidak mengganggu microphone, apalagi jika microphone-nya
peka. Beliau menambahkan bahwa bernapas dengan perut akan lebih bagus. Sebab
modulasi yang keluar, ia akan orisinil. Beliau menyarankan bahwa bagi wanita
suara tidak perlu dipaksakan supaya ngebbas. Tetapi bagi laki-laki, itu akan
sangat ideal suara yang punya bas. “Jangan sampai seperti di TV, orangnya
ganteng, badannya besar dan kekar, tapi suaranya kecil,” katanya. Sehingga teman-teman pun ketawa semua. Kan sering
seperti itu, ada lelucon-lelucon seperti itu. Bagi cewek, munculkan
Menurutnya,
orang yang memiliki cacat fisik itu sangat tidak memungkinkan untuk tampil mempesona
sebagai Host. Terutama cacat fisik di daerah wajah. Sebab hal itu sangat
menggangu konsentrasi penonton dan pemirsa. Kalau mungkin cacat fisik kaki
tidak begitu bermasalah. Sebagaimana komeng yang sudah ngetop. “Padahal di
jegglek, pincang. Tetapi semua orang tidak mengerti kalau komeng itu pincang.
Tetapi untuk wajah dia sempurna, mulut sempurna, dia dapat bertutur kata dengan
bagus, lucu, menarik perhatian orang,” tuturnya dengan memberi motivasi
kepada mahasiswa. Menurutnya cacat kaki ini tidak terlalu menggangu
konsentrasi. “Tetapi buat host. moto atau mripet rodok sipit titik, sing
sici gedde, sing sici cilik,” katanya sambil melepaskan kacamat. Hal itu
jelas gugur secara fisik atau mulutnya menceng dan lain sebagainya. Yang
pasti cacat secara fisik mengganggu perhatian pemirsa dan penonton. Beda dengan
cacat kaki yang masih bisa ditutupi dengan sepatu atau dengan yang
lainnya.
Apa
yang dikatakan beliau bukan berarti menghina ciptaan Allah. Artinya memang
persyaratan menjadi seorang host, presenter, pewawancara, itu kesiapan fisik
dibutuhkan. Kesehatan jasmani, kesehatan rohani dibutuhkan. Orang yang memiliki kesehatan jasmani, ia
selalu menggunakan pakaian yang rapi, pantes, tidak terlalu norak, ini juga
menjadi suatu hal yang patut kita perhatikan. “Saya bisa menilai
remaja-remaja sekarang itu, kalau ada sepuluh barangkali. Belum tentu satu itu yang
rapi. Kemudian bersih, pantes itu belum tentu,” katanya. Beliau
membandingkan mahasiswa dulu dengan sekarang bagaikan langit dan bumi. Mahasiswa
sekarang rata-rata menggunakan busana yang tidak rapi dan sering tidak sesuai
dengan nilai-nilai moral dan agama.
Beliau
membandingakan dengan dirinya yang dulu ketika masih kuliah sudah rapi
sebagaimana saat ini yang sudah rapi. Artinya bukan sekarang saja bailu yang
mencintai kerapian. Beliau kuliah dengan sepatu bersih, memakai kaos kaki, memakai
sabuk, jika menggunakan baju berlengan panjang masukkan. Tak hanya itu jika
baju denganlengan pendek ya tetap beliau masukkan. “Rambut saya ya sisir
rapi. Tidak mengikuti jaman sekarang yang kayak itu,” Katanya sambil menunjuk
ke Handika, yang memiliki rambut seperti jarum model sekarang. Teman-teman
bersorak ria. Walau begitu, beliau mempersilahkan kita untuk menggunakan
sesutau sesuai kemauan kita. Sebab hal itu adalah bagian dari hak kita. Beliau
teringat seorang gurunya ketika masih di Muallimin pada tahun 1969 yang bernama
Ustadz Ismail pernah mengatakan, “Nanti akan ada suatu jaman edan.” Menurutnya,
walau jaman sudah hanyut seperti ini. Tapi kita sebagai pribadi muslim harus punya
karakter, punya kepribadian, punya prilaku yang sesuai dengan tuntunan agama
kita. Yaitu agama Islam, agama sempurna.
Menurut
beliau, untuk tetap konsisten dalam berpakaian rapi memang sulit, dan harus
membiasakan diri berpakain rapi. “Ya Alhamdulillah. Saya bukan bujuk’i.
Alhamdulillah anak-anak saya rapi-rapi semua. Alhamdulilah saya bersyukur,”
katanya. Menurtnya, semua anak-anaknya beliau senantiasa berpakaian rapi
sebagaimana beliau. Hal ini penting sekali keteladanan orang tua dalam
penanaman karakter untuk si buah hati, agar menjadi insan kamil.
Menjadi
seorang host dan presenter harus menggunakan minyak wangi. ‘Ojok sampek rek,
host mendekati narasumbernya dalam keadaana bau,” katanya dengan senyum
manis. Sehingga membuat seluruh mahasiswa ketawa. Menurutnya hal Ini hal sepele
namun sangat vital ketika tampil di depan umum. Beliau bercerita bahwa beliau
mempunyai teman cewek. Anehnya ia memiliki suami yang baunya sangat kecut dan
pahit. Walau begitu istrinya itu senang sekali kepada suaminya itul. Ketika Pak
Addin mendekat di kantor dengan temannya yang cewek itu. Malah beliau Malah dielokno.
Yang ketika itu beliau sangat wangi. “Wangi itu diellokno elek. Suamine sing
ambune gak wuenak iku, dianggep apik, ya Allah,” katanya yang disambut ketawa
oleh anak-anak.
Beberapa
menit kemudian setelah selesai menjelaskan, beliau meminta teman-teman untuk
praktik secara bergiliran. Praktek diawali oleh Mbak Azka, Mbak Nafis, Mbak
Mahabbah, Mbak Fajriyah, Mbak Samroh, Mbak Baiti, Mbak Nitra, Mbak Ulifian, Mas
Handhika, Mas Hakim, saya, Mas Faizin, Mas Hisyam, Mas Trisno, Mas Zein, Mas
Rico dan yang terakhir adalah Mas Irfan.
Setelah
Ulfian, adalah Hakim. Ia tampil tanpa membawa teks sebagaiman teman-teman
lainnya. Di tengah praktek menjadi presenter itu, ia lupa sehingga berhenti
sejenak. Teman-teman pun yang ada di kelas tertawa berbahak-bahak. Pak Addin
mengatakan bawah apa yang dilakukan Hakim merupakan over convident
(percaya diri yang berlebihan). Hal itu tidak baik. Beliau menjelaskan, orang
yang memiliki rasa percaya diri secara berlebihan, merasa bahwa ia akan mampu
melaksankan dan dapat tampil secara mempesona. Tapi menurut Pak Adin, apa
kenyataanya dengan Hakim, ia lupa disebabkan oleh kepercayaan diri yang
berlebihan.
Setelah
hakim selesai praktek. Kini adalah giliran saya. Agar tampil dengan maksimal, kemudian saya
membawa teks. Ketika tampil saya lebih banyak melihat ke audiens dari pada
membaca teks yang saya bawa. Inilah teks saya,
“Selamat siang pemirsa yang ada di studio maupun yang ada di rumah,
jumpa lagi dengan saya SYAMSU RIYANTO, dalam acara kesayagan kita, KAIN NAWAWI
(Kajian Kitab Arbain An-Nawawi).
Senang sekali rasanya saya dapat menemani anda
selama 30 menit kedepan, tentunya dengan tema yang menarik, dan narasumber yang ahli di bidang Psikologi Islam.Pada
saat ini banyak probelmatika sosial yang terjadi, salah satu penyembabnya
karena emosi dan marah yang berelebihan.
Inilah se abnya edisi kali ini, kita akan
mengangkat topik yg sangat menarik, yaitu “Larangan Marah”, mengapa masih
banyak orang yang marah, dan bagaimana solusinya, mari kita simak bersama
jawabannya.
Pemirsa, di studio kita sudah kedatangan tamu
yang spesial, ada Ustadzah Nitra Galih Imansari.Langsung saja kita sapa tamu
kita hari ini. Assalamu’alaikum ibu ustadzah.”
Itulah
yang saya. Setelah tampil, Pak Addin langsung mengoreksi terhadap
kesalahan-kesalahan saya. Beliau memerintahan saya untuk tampil dengan jantan,
tanpa meniru seperti seorang wanita. Begitulah pesan inspiratif darinya.
Menurut Pak Addin, ketika saya tampil dari awal hingga akhir terkesan
menggunakn gaya yang feminin. Beliiau menyuruh kita untuk tampil secara
maskuilin ketika tampil di masa yang akan datang an seterusnya. Setelah
teman-teman selesai tampil. Pak Addin berdiri dan memberikan korekai dan
pengarahan secara umum. Menurutnya, agar kita semakin baik dalam bidang host
dan, maka tidak lain cara yang paling efektif adalah berlatih dan berlatih.
Pak
Addin pun duduk. Kemudian Prof Ali Aziz yang menggantikan memberikan pengarahan
kepada kita. Menurut penulis Terapi Shalat Bahagi itu. Mengapa kita harus
membawa teks ketika tampil. Sedangkan teks yang perlu kita hafalkan itu teidka
banya, hanya sedikit sekali. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab kita
tampil kurang maksimal. “Tapi gak papalah hidup itu masih koma,” katany dengan
memberi semangat kepada mahasiswa untuk tetap tampil mempesona walau masih
memiliki banyak kekurangan.
Kuliah
kemudian diakhiri dengan doa yang dipimpin langsung oleh Prof Ali. “Allahumma
Shallai ‘ala sayyidina Muhammad. Allahumma la tadza’lana dzanban illa
ngafartah, wala hamman illa farajtah. Wahai Allah, saya sebagai dosennya, Pak
Addin sebagai dosennya. Anak-anakku sekalian ini, wahai Allah engkau
pasti-pasti Maha Mengampuni kami. Wala hamman illa farajtah, siapapun yang
sedang susah di antara kami, Engkaulah yang Maha menghilangkan kesusahanya Ya
Allah. Ya Allah jadikanlah setiap matahari terbit di ufuk timur. Itulah masa
depan cerah kami. Ya Allah, matahari terbenam di ufuk barat. Ya Allah kami
yakin, yakin, yakin apa saja kegelisahan kami, engkaulah yang akan
menguburkannya sebagaimana matahari terbenam diufuk barat,”itulah sebagian
doa yang masih saya ingat dari Prof Ali.
Terakhir,
kita bersalaman dengan Prof Ali dan Pak Addin. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan kepada keduanya rahmat dan mengampuni segala dosa-dosanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar