Selasa, 28 April 2015

MEMBAHAGIAKAN ORANG DENGAN BERJIWA “TERIMA KASIH” (Catatan Inspiratif Kuliah Bersama Prof. Dr. H. Moh Ali Aziz, M.Ag tanggal 28 April 2015)



Oleh: Syam







"Masa Karena Laptop Kamu Tidak Bisa Berkarya"
(Prof. Dr. H. Moh Ali Aziz, M.Ag)

 Berjalan menyusuri kampus, tak berpikir sedang becek atau tidak. Langkah demi langkah. “Assalamualaikum,” kataku pada kelas retorika. “Waalaikumsalam,” jawab semua orang pada ruangan itu. Saya pun langsung memasuki kelas dan bersalaman dengan Prof. Ali Aziz, Dosen dan Inspirator Besar dalam hidupku. Beliau pun  meneruskan penjelasannya.
Saya langsung duduk pada barisan paling depan di sebelah kiri Baiti. Saya pun bingung. Saya lihat ke kanan-kiri-belakang, teman-teman pun sudah menulis beberapa bait catatan penting di atas kertas yang mereka miliki. “Ya Allah beginilah, kalau datang telat, beginilah ketinggalan mendapatkan ilmu,” celetuk hatiku. 




Tiba-tiba dosen yang bercelanan hitam itu menyampaikan bahwa ada buku yang menarik tentang dahsyatnya terima kasih. Beliau pun berdiri dari duduknya dan menulis suatu judul buku, “John Kralik, 365 Thank You, The Year The Simple Act of Daily Gratitude Changed My Life” di papan tulis putih bagian kanan dengan Spidol Broadmaker yang berwarna hitam. Judul buku tersebut dibacanya dengan Pronounciation English yang spektakuler. Beliau pun menyentuh dahinya secara perlahan dan berjalan sambil menunjukkan bukunya dengan membuka lembaran demi lembaran. “Setahun ada berapa?,” tanyanya. “365 hari,” jawab salah seorang temanku. berarti, menurutnya, setiap hari selalu menulis ucapan terima kasih. 





Beliau menerjemahkan judul buku Bahasa Inggris yang tertulis di papan putih itu sambil menunjuk kalimat per kalimat dengan Spidol Broadmaker yang dipegang oleh tangan kanannya. Beliau pun berjalan langkah demi langkah sambil memegang buku dengan tangan kirinya. Dijelaskan bahwa penulis buku itu sukses disebabkan setap hari senantiasa menulis “terima kasih.” Didekatilah Fajriyah, temanku yang sangat luar biasa, serta disuruhlah ia untuk membaca judul buku Bahasa Inggris itu. “Apa judulnya ini, kamu baca!!!,” sarannya kepada Fajriyah. Ia pun membacanya dengan suara serak-serak basah. Ditegurlah ia untuk melantunkan suaranya dengan keras seperti petir menyapa bumi. Tak hanya itu, ia pun dibimbing dengan lafal Bahasa Inggris yang luar biasa. Aku bingung, itu suara aslinya atau hanya takut karena di depannya ada Prof Ali.  






Grek,” bunyi desiran pintu. Prof Ali berhenti menjelaskan isi bukunya itu dan melihat secara refleks ke pintu tersebut. Ternyata ada Hakim, Handika, Faizin Hisyam dan Irfan yang datang melewati batas waktu yang telah kita sepakati bersama. “Kenapa terlambat?” tanyanya kepada mereka. Mereka pun masuk dengan bersalaman secara bergiliran kepada dosen yang murah senyum itu. “baca tasbih dalam rukuk dulu 150 kali, dan baca tasbih dalam sujud 300 kali,” perintahnya kepada lima mahasiswa itu. Faizin pun langsung menuju ke arah sebelah utara di pojok depan dekat colokan listrik. Di sebelah selatannya ada Hisyam dan Irfan. Di depan mereka bertiga ada Hakim yang memimpin rukuk dan sujud. Walau sebenarnya itu bukan shalat benaran. Tak ketinggalan juga Handika yang berada di sebelah utara Hakim, tepat di balakangnya Faizin, Hisyam dan Irfan. Sekitar 10 menit kemudian, mereka selesai dan langsung mencari tempat duduk.
Dijelaskan bahwa John Kralik menulis surat kepada dokter yang merawatnya sekian tahun yang lalu. Dalam suratnya ia menyatakan, “Andaikan tidak Engkau tangani penyakit saya, maka saya sudah tidak bisa menulis surat ini. Terima kasih.” “Kira-kira dokternya senang gak?,” tanya Prof Ali kepada mahasiswa.” “Senang,” jawab teman-teman dengan sontak. Dokternya itu membalas dengan surat yang jauh lebih bagus dari sebelumnya itu. Ia pun menulis dalam suratnya, “Ini adalah pasien pertama kali sepanjang karir saya yang memberikan apresiasi seperti ini.” “Dokternya tadi kira-kira senang gak? Dapet ucapan terima kasih tadi?,” tanyanya kepada Zein, salah seorang teman baikku. Beliau pun menjelaskan sambil mundur ke belakang menuju meja dan kursi dosen. Menurutnya, jika dokternya itu senang, berarti jika kita nulis sebenarnya untuk menyenangkan orang lain.
Maju sedikit demi sedikit sambil meletakkan kedua ibu jarinya pada saku celana hitam yang dipakainya. Berhenti sejenak sambil merenung. “Saya berprinsip bahwa senyum manusia adalah senyum Tuhan,” katanya sambil menatap seluruh mahasiswa. Diputarlah badannya ke arah kanan dan mendekati Nitra, “Kamu sakit apa?.” “Sakit lambung Prof,” jawabnya sambil menatap dengan suara yang gemetar. Ditanya juga apa Nitra sudah ke dokter, ia pun menjawab bahwa telah mengunjungin untuk diperiksa. Senyum demi senyuman, menurutnya, penyakit lambung tidak bisa disembuhkan seumur hidup. “Hanya saja bisa dicegah,” jelasnya sambil melambaikan tangannya seakan-akan seperti memotong sesuatu.
Melangkahkan kaki dengan pelan-pelan ke kanan, sambil bercerita bahwa beberapa jam sebelumnya beliau periksa gigi di salah satu rumah sakit di Surabaya. ketika gigi dicabut dan darahnya keluar oleh dokter katholik perempuan. Ia pun bilang, “Bapak stress.” “Kok tau bu,” jawab Prof Ali. “darah kalau orang stress rata-rata seperti ini, saya itu nangani pasien sudah berpuluh-puluh tahun,” kata dokter tadi padanya. Prof Ali pun berjalan ke belakang dengan pandangannya yang masih tertuju kepada mahasiswa.
Pada saat itu beliau duduk dengan menghadapkan wajahnya agak miring ke atas. Dikatakan kepada dokternya tadi, “Sebentar dok saya mau menenangkan pikiran.” Berbisiklah di hatinya bahwa beliau adalah trainer yang sering mengajari orang tawakkal, sedangkan beliau sendiri belum bisa melakukannya. Membolak-balikkan tubuhnya dan menghadap ke kiri serta dikatakan bahwa sejak kecil beliau memang takut suntik apalagi ketika dicabut giginya.
 Ya Allah, gak papa dicabut. Asalkan ketika saya memenjamkan mata. Engkau datangkan rasulmu untuk memandang wajahku,” tirunya sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang bagian belakang. Selesai membaca doa itu giginya pun dicabut. “Gak papa dicabut, saya pasrah kepada-Mu,” tambah doanya. Anehnya, ketika darahnya keluar lagi. Sang dokter pun berkata bahwa darahnya ini bukan darahnya orang stress. Beliau pun menyimpulkan bahwa sedikit saja kesedihan itu dapat mempengaruhi darah kita.
Tidak ada kesedihan yang tidak berpengaruh pada kehidupan,” jelasnya sambil berjalan ke depan dengan tetap meletakkan kedua tangannya di pinggang bagian belakang. Dipikirkan juga bahwa tidak bisa dibayangkan bagaimana bentuk darahnya orang yang sedihnya bertahun-tahun. Yaitu orang yang memiliki rasa benci kepada orang bertahun-tahun.
Ulfian, dokternya tadi senang?,” tanyanya kepada ulfian. “Senang,” jawab ulfian dengan suara yang tidak terlalu jelas. Diingatkan kembali kepada mahasiswa bahwa, tadi beliau menulis “Senyum manusia adalah senyum Tuhan.” Kembali ditanya kepada mahasiswa tentang siapa yang akan tersenyum pertama kali ketika ada orang yang menyenangkan manusia. “Allah,” sontak manusia secara berbarengan.
Menurutnya, mengapa Tuhan mesti tersenyum juga. Sebab ada orang yang menghargai dan mengapresiasi orang. Allah senang kepada orang yang mengucapkan terima kasih kepada si dokter tadi, dan dokternya senang. Allah pun mengatakan, “Ini ada orang yang menyenangkan orang, saatnya aku harus menyenangkan dia.” Prof Ali pun kembali melanjutkan, bahwa Allah akan menyuruh kepada para malaikat untuk membukakan pintu-pintu rezeki yang masih tertutup, yang disediakan kepada orang yang telah membahagiakan orang lain.
Beliau menjelaskan bahwa surat itu salah satu yang ditulis dari 365 surat sebanyak hari dalam setahun. Beliau pun berjalan mendekati papan putih dan menulis kalimat “1. Dokter ” dengan tetap memegang buku melalui tangan kirinya. Maju langkah demi langkah sambil memasukkan Spidol Broadmaker ke saku, untuk menggaruk lengan kiri bagian atas yang sedang gatal.
Dilanjutkanlah cerita dalam buku tersebut. Penulis buku itu juga memberikan ucapan terima kasih kepada teman lomba larinya. Sebelum melanjutkan apa isi ucapan terima kasih sang penulis buku itu kepada teman larinya, beliau mendekati Diana, dan bertanya, “teman lomba lari dian?.” “Jalan sehat Prof,” jawab Diana sambil senyum dengan menghadapkan wajahnya ke sebelah kiri. “Kenapa kamu kok gak lari,” Diana ditanya. “Kegemukan,” jawabnya sambil menutupi wajah dengan tangannya. Ketika semua mahasiswa gelak tawa mendengar jawabannya itu, ia masih meneruskan tawanya sendiri.
Beliau pun meneruskan berceritanya. Ketika lomba lari temannya itu menunjukkan gubernur kepadanya. Temannya itu mengajakak John Kralik untuk mendekati sang gubernur tadi. John menulis surat kepada temannya itu, “Terima kasih kamu itu mau lari sama saya. Terima kasih andaikan saya tidak berjumpa dengan gubernur. Itu mungkin selamanya saya tidak tau kalau dia itu gubernur. Terima kasih luar biasa.” Prof Ali pun menundukkan kepala dan mengangakatnya serta mengatakan bahwa sesederhannya itu John menyatakan rasa terima kasihnya. Dengan bergegas beliau menuju ke papan putih dan melingkari kata “Gratitude” dengan Spidol Broadmaker hitam. Yang berarti ungkapan terima kasih.
“”Tok tok,” suara ketukan pintu. Prof Ali pun tertuju ke pintu kelas yang berada di  di pojok bagian timur kelas. Ternyata ada temanku, Rico, yang datang terlambat. Sebelum duduk, disuruhlah ia untuk membaca tasbih dalam rukuk 150 kali dan tasbih 300 dalam sujud. Ia menuju ke arah utara dekat tembok, tepat di samping kanannya meja dan kursi dosen, untuk melakukan rukuk dan sujud.
Menurut Prof Ali, Allah memiliki Sifat “Syakur,” kemudian ditulisnya dengan huruf Arab tanpa syakal pada Papan Putih dengan tinta biru. Dijelaskan juga bahwa makna kata “Syakur” adalah A Most Apreciate, Allah Paling Menghargai.
Prof Ali pun bertanya kepad Trisno tentang berapa umurnya. Trisno menjawab bahwa umurnya adalah 15 tahun, lalu menjadi 17 thaun, terakhir umurnya adalah 20 tahun. “Orang lupa umurnya sendiri,” kata Prof Ali. Teman-teman pun tertawa berbahak-bahak. Ditanya juga tentang berapa masa kecilnya, ia pun menjawab 5 tahun. Berarti ia bisa menulis selama 15 tahun. “Mestinya kamu harus menulis 365 x 15,” katanya sambil menulis di papan putih. Ditanya kepada mahasiswa tentang berapa hasil dari perkalian tersebut.
Beliau pun menunjuk Samroh untuk menghitung berapa hasilnya tersebut. Teman sekelasku itu pun bingung dan mencari handphone yang masih berada di dalam tasnya. Ia menghitung dan memberitahu kepada beliau tentang hasilnya yaitu 5275 kali. “Saya yakin tris, kalau kamu sudah betul-betul menulis terima kasih kepada 5275 orang, hidupmu lebih sukses dari pada hari ini,” ungkapnya sambil berjalan ke arah di mana kita duduk. Berarti kalian tidak membuat senyum 5275 orang, cukuplah untuk membuka seluruh pintu langit. Ditanya kepad Tris, siapa saja yang telah ia beri ungkapan rasa terima kasih secara khusus. “Surat atau email yang khusus untuk mengucapkan terima kasih,” katanya. Ia pun menjawab adalah kedua orang tuanya. Jadi ia telah menus 2 dari jumlah 5275 ungkapan terima kasih yang masih tersisa itu.
Ia (John) telah menulis Three hundred and sixty five Thank Yous and then Chose my life, merubah hidup saya,” katanya dengan memasukkan jari kanan ke dalam sakunya dan merenggangkan tangan kanannya sebagai isyarat memberi semangat kepada mahasiswa. Menurutnya, pada era sekarang ini tidak perlu repot untuk menyampaikan ungkapan terima kasih. SMS saja sudah cukup untuk mengungkapkanya kepada orang lain yang telah berjasa kepada diri kita. Hanya saja perlu disusun kata-kata yang bagus.
Inilah bagian dari hidup saya,” ungkapnya dengan wajah senyum. Beliau ke Iran tiga tahun, karena jasa orang yang disebabkan beliau sering mengucapkan terima kasih. “Selamat pagi pak, Saya senang sekali bisa bertemu bapak. Bapak orang hebat,” katanya kepada orang tersebut. Tahun depannya lagi beliau diundang kembali. “Tanpa Bapak saya tidak mungkin menginjakkan kaki ke Iran. Tanpa jasa bapak, saya tidak mungkin ke kota suci Qum, Isfahan, Basrah, terima kasih Pak,” tulis Prof Ali untuk kedua kalinya kepad orang itu. Akhirnya, beliau diundang untuk ketiga kalinya.
Beliau pun juga ke Taiwan berkat jasa bu Sri Setiawati. Setelah kembali ke tanah Air, beliau menulis surat, “Saya sudah lama ingin ke Taiwan. Andaikan tanpa undangan ibu saya tidak mungkin saya kesana. Atau kesana tanpa Istri. Sebab satu-satunya yang mengundang saya dengan istri adalah ibu. Terima kasih. Saya doakan. Salam untuk suami. Dan salam sukses untuk ananda semuanya.” Beliau juga menulis satu persatu nama-nama anak-anaknya. Akhirnya mengundang lagi hingga tiga kali. Beberapa hari sebelumnya, ia datang ke Surabaya tepatnya di Hotel Empire. Beliau di telpon oleh Ibu yang telah berjasa mengundangnya ke negara Taiwan itu, dan beliau pun mendatanginya di Hotel yang berada di daerah Blauran itu. Setelah ketemu, ia mengatakan kepada Prof. Ali, “Saya senang sekali yang kemaren. Pokoknya kalau Idul Adha harus bapak. Kalau ndak bapak. Lebih baik tidak shala Idul Adha,” ungkap Ibu Sri kepadanya. “Sekali lagi Thank You changes your life,” katanya dengan mengangkat tangan kirinya sebagai isyarat mempertegas ucapannya itu.
Beberapa menit kemudian, Beliau bertanya kepada Azka, salah seorang teman baikku, kepada siapa saja ia telah menulis ucapan terima kasih. Ia menjawab bahwa dirinya telah menyampaikankannya kepada empat orang, termasuk kedua orang tuanya. Prof Ali pun beranjak ke papan tulis dan mengatakan, “berarti kamu sudah minus 4.” Beliau yakin kepada Azka, jika ia telah mengucapkan terima kasih sebanyak 5275, ia tidak akan kuliah di dalam negeri. Guru Besar Ilmu Dakwah itu menambahkan bahwa, jika hati orang sudah digerakkan Allah, ia bisa melakukan apa saja. “Termasuk mengundang kamu dengan gaji termahal sekalipun,” katanya.
Coba kim Hakim, kamu tulis, lain syakartu la azidannakum, walainkafartum inna ‘adzabi lasyadid,” sarannya kepada Hakim. Ia pun maju untuk menulisnya di Papan putih. Prof Ali pun memperingatkannya untuk segera menulis, mengapa masih mencari ayat di handphone-nya. Ia pun menjawab agar tidak salah dalam menulisnya. Ia pun mengambil penghapus untuk menghapus catatan-catatan Prof Ali yang berada di sebalah kanan. Padahal di sebelah kirinya masih kosong. Beliau pun menegurnya untuk tidak menghapus. Sebagian teman-teman pun menyarakannya untuk menulis di tembok agar leluasa menulis dan tidak menghapus tulisan-tulisan yang masih penting untuk dibahas. Sekitar 7 menit 31 detik, ia mulai nulis ayat tersebut walau hanya dua huruf, yaitu laf dan alif saja. Agar tidak lama, beliau pun menyuruhnya untuk berhenti menulis.


 
 “Jadi la in syakartu la azidannakum, jadi kalau kamu pandai berterima kasih, maka Allah akan memberi balasan besar kepadamu,” jelasnya kepada mahasiswa. Beliau yakin bahwa belum pernah ada orang yang menafsiri la in syakartu la azidannakum seperti ini. Tidak ada orang yang menafsiri ayat ini sedetail ini. Beliau pun menuju ke papan putih bagian kiri dan menulis ayat la in syakartu la azidannakum dengan huruf arab tanpa syakal. Menurutnya ayat itu setara dengan makna “gratitude adalah changes my life.” Allah akan berkata, “If you always say thank you, I will change your lifes.
Ketika ada salah seorang temanku yang menunjukkan kelelahan tangannya, Prof Ali pun menyuruh kita untuk istirahat sejenak. Selain itu juga ada Azka yang mencetuk-cetukkan tangannya yang diawali dari jari telunjuk, jari tengah, jari manis, jari kelingking dan yang terakhir ibu jari.
Beliau pun berjalan setapak demi setapak dan bertanya kepada kita, doa apa di dalam shalat yang mencerminkan kita untuk menjadi pribadi berterima kasih. Melihat teman-teman termenung, saya pun menjawab alhamdulillahi rabbil ‘alamin, pada surat al-Fatihah yang selalu kita baca setelah doa iftitah pada takbiratul ihram. Beliau pun membenarkan atas jawaban  saya itu. “Alhamdulillah diletakkan di awal. Itu artinya kita supaya menjadi pribadi yang baik,” ungkapnya sambil menunjuk melalu tangan kanannya dengan Spidol Broadmaker sebagai isyarat untuk mempertegas apa yang disampaikan. Menurutnya, istri akan bahagia jika memiliki suami yang berperilaku hamdalah.
Salah satu moto kebanyakan orang Indonesia adalah pelit penghargaan,” jelasnya sambil memegang wajah bagian kirinya dengan tangan kiri serta memasukkan ibu jari pada tangan kanan ke dalam saku celanannya.   Beliau pun menceritakan bahwa dulu hidup di lingkungan santri, yang mengajar di SMA Kristen kupang. Lalu mengajar di SMA PGRI yang terkenal dengan kenal]kalan siswa-siswinya. Sudah menjadi kebiasan jika ada anak wanita yang ditemani oleh siswa pria banyak dan hal-hal amoral lainnya. Tidak ada guru yang mampu bertahan mungkin hanya setahun. Sedangkan Prof Ali mampu bertahan hingga 7 tahun lamanya. Hal itu lah yang menjadikan beliau menjadi guru Bahasa Inggris yang aturannya lulusan IAIN (UIN SA sekarang) tidak boleh mengajar.
Beliau pun curhat kepada mahasiswa, ketika ada pemeriksaan dari Diknas terkait sumber daya guru yang ngajar di SMA PGRI. Beliau selalu ditanya dan ditegur mengenai lulusan IAIN yang mengajar Bahasa Inggris. Dijawablah kepada diknas itu, “Karena yang lulusan IKIP jurusan Bahasa Inggris rata-rata 3 bulan tidak kuat,” ungkapnya.
Beliau pun ditanya juga mengapa mampu bertahan di sekolah yang muridnya nakal itu?. “Kalau dari IKIP kan jurusan Bahasa Inggris pak, jadi sudah pinter pak, anak-anak gak kuat pak. Kalau dari IAIN kan bahasa Inggrisnya seperti ini pak. jadi cocok dengan anak-anak,” jelasnya sambil membayangkan ketika memberikan jawaban pada bapak dari diknas yang bertanya kepadanya itu.
Orang semakin santri, semakin tidak apresiatif, semakin tidak menghargai orang serta semakin tidak berterima kasih,” katanya sambil berjalan dengan pelan-pelan diiringi dengan senyum manis. Beliau merasa ungkapannya itu bisa jadi salah serta berharap semoga saja kebiasaan buruk tidak menghargai orang itu berubah. 
Tak lama kemudian, di samping mengajar di SMA Kristen, beliau juga menjadi dosen di IAIN Sunan Ampel (UINSA sekarang) yang ditugasi mengikuti pembelajaran Bahasa Ingrris selama tiga bulan di Jakarta.  Di SMA Kristen ada upacara pemberangkatan beliau untuk ke Jakarta itu. Sedangkan di IAIN, tidak ada satu pun yang bertanya tentang ke Jakarta tersebut. Menurutnya sangat jelas, di Lingkungan santri ini tak memberi apresiasi sedikit pun, sedangkan di SMA Kristen itu malah memberinya penghormatan pemberangkatan. Luar biasa. “Kamu adalah anak-anak saya, harus merubah kesimpulan ini,” sarannya sambil kembali ke kursi dosen dengan diiringi senyum manis.
 Disebabkan telah menjadi Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, beliau pun memundurkan diri dari SMA PGRI. “Untuk melepas saya. Tau gak? Saya dibelikan cincin. Dia tidak ngerti kalau cincin itu haram.” Jelasnya sambil memegang jari manis pada tangan kirinya.  Tak hanya itu, diajaklah ke Tunjungan Plaza lantai 10. Mereka merasa bahwa beliau sudah ikut membesarkan sekolahnya. Merekah itulah selalu memapresiasi jasa-jasa orang lain. Subhanallah. Jadi menurutnya, Alhamdulillah itu adalah pesan Allah kepada manusia untuk menjadi pribadi yang pandai berterima kasih.
Kuliah pun diakhiri dengan berfoto satu persatu dengan beliau. Subhanallah. Allahu Akbar. Semoga Allah SWT senantiasa menolong Prof Ali dalam segala hal. Amin Ya Rob.





MERANGKAI KATA DENGAN SUARA SYAHDU (Kuliah Inspiratif Bersama Bapak Addin Chadiri, Presenter TVRI Jawa Timur)


Oleh: Syam


Sumber Foto: http://blog.student.uny.ac.id/andrianawisnu
 Assalamualikum,” kataku ke dalam kelas. Saya memasuki kelas dan terlihat ada tumpukan buku. Saya lihat dan ternyata itu adalah buku-buku saya yang di pinjam baiti. “Baiti, ini buku saya ya? Kayaknya masih ada yang kurang ini ya?,” kataku padanya. “Iya Syam, tinggal dua masih yang ada di aku, hehehe,” katanya sambil senyum-senyum manis.
Beberpa menit di kelas, Prof Ali Aziz datang dan langsung duduk di kursi dosen yang sudah tersedia. Beliau mengapresiasi beberapa tulisan-tulisan kita yang sudah ada di Blog. Ketika beliau enak dalam menjelaskan, tiba-tiba datanglah Bapak Addin Hadiri, Host TVRI. Beliau yang akan memberikan ilmu Host dan public speaking kepada kita siang ini. Prof Ali mempersilahkan beliau untuk duduk di kursi kayu yang sudah tersedia di depan. Saya pikir bahwa, tidak pantas beliau duduk di kursi kayu itu.
Kemudian saya bergegas mencari kursi empuk yang ada di antara kita. Eh ternyata kursi itu ada di sebelah selatan yang di atasnya ada tas. Saya tidak tau itu tasnya siapa. Saya memindahkan tas itu pada kursi kayu disebelahnya, lalu saya memindahkan kursi itu secara perlahan-lahan dengan mengganti kursi kayu yang telah diduduki oleh Pak Addin beberapa menit yang lalu itu. Beliau pun senyum kepadaku, “Terima kasih mas,” katanya. “Iya sama-sama bapak,” kataku sambil kembali ke tempat duduk semula.
Beliau sungguh berterima kasih kembali atas doa dan silatur rahim kita di kelas. Menurutnya, semoga silatur-rahim kita yang kedua ini dapat bermanfaat. Sebab beliau secara khusus diminta oleh Prof Ali. “Walaupun Suara saya sampai detik ini masih seperti ini,” katanya dengan penuh tawakkal. Kemudian Prof Ali menyuruh teman-teman maju ke depan membentuk lingkaran. Saya pun memberikan kursi kepada Bapak Addin. Di saaat Pak Addin mengatakan, “Ditungggu Professor jadi malu,” Prof. Ali keluar dengan membawa sejumlah kertas yang dipegang menggunakan tangan kiri.
Ketika Pak Addin mengungkapkan rasa syukur dan kebahagian yang mendalam dapat hadir di kelas, tiba-tiba Trisno melewati di depannya Pak Addin dengan berjalan. Pak Addin senang bisa diberi kesempatan untuk memberi Ilmu kepada kita tentang Public Speaking. “Bagaimana menjadi Host yang handal, yang baik, yang tentu bukan menjadi host yang seperti sekarang ini yang banyak muncul di TV-TV swasta,” ungkapnya dengan sedikit kecewa. Menurutnya, mayoritas host di TV-TV swsata saat ini adalah selebritis, aktri, aktor, bintang film dan bintang senetron.  Mayoritas notabene mereka mungkin tidak pernah belajar seperti apa yang kita pelajari di kampus. Namun, mereka berangkat sebagai seorang publi figur, yang sudah dikenal oleh masyarakat. Anehnya, mereka sudah mampu berbicara di hadapan khalayak umum. “Keberanian sudah ada. Mental sudah bagus. Kemudian wawasan juga sudah bagus. Tentunya saya kira mereka sudah banyak memiliki pengalaman-pengalaman. Sehingga keberanian mereka tampil itu, sudah tidak ada persoalan. Ini menurut mereka,” pungkasnya sambil melambaikan tangan.
Tetapi bagi kami praktisi televisi itu, tidak menjamin seperti Narji, tampil seperti itu. Tetapi kalau orang seperti Narji itu. Kalau berangkat dari disiplin ilmu yang belajar. Kamudian dia ikut seleksi di televisi. Tentu tidak akan bisa tampil.” sambil menunjukkan tangannya kedirinya sendiri. “Kalau mungkin Andika Pramata, cukup bisa menilai positif, karena rodok ganteng ya,” tambahnya. Mahasiswa pun tertawa berbahak-bahak, mendengar perkataan spektakuler itu. Menurtnya, beliau mengatakan seperti itu, bukanlah menghina ataupun meremehkan orang lain. Sebab struktur wajah dapat mempegaruhi terhadap konsntrasi audies. Semakin ganteng dan cantik seorang Host, maka audiens akan semakin tertarik. Begitu juga sebaliknya. Belum selesai melanjtkan penejelasannya, tiba-tiba Pak Addin menoleh ke samping kiri. Sebab ada pintu yang seakan-akan terbuka. Ternyata Hakim sedang membawa Sound. “Oh ada ya.? Karena suara saya masih belum seperti dulu. Powernya di situ ya? Ada powernya? Oh ada? Oh buka coloknya itu,” ungkapnya dengan ekspresi senang.
Beliau pun meminta untuk melanjutkan materinya. Sebab kita harus menulis tujuh halaman, yang menurutnya hal itu tidak sedikit. Beliau menginfornmasikan bahwa bagaimana menciptakan seorang host yang tidak keluar dari koridor-koridor etika. “Mungkin masih TVRI ya,” katanya sambil menoleh ke samping kanan.  Sebab kita melihat Hakim yang sedang memeriksa microphone-nya dengan ucapan “test.” Sehingga semua yang ada di kelas termasuk pak Addin tertuju kepadanya. “Test satu, dua tiga,” katanya sambil berjalan dan memberikan microphone-nya ke Pak Addin.
Anda calon presenter. Coba mic itu jangan di fuuuuuuuh. Satu dua fuhhhh. Itu sudah salah, ini ilmu kan,” tegur Pak Addin kepada Hakim. Teman-teman pun ketawa berbahak-bahak. Beliau menjelaskan bahwa jika kita ingin memeriksa microphone sedang on atau off, cukup diketuk saja. Sebab di dalam Microphone ini, menurutnya, ada kain selaput tipis. Beliau menganalogikan seperti seorang gadis yang ada selaput perawannya itu. Jika hal itu disebul buanter, ia akan robek. Sehingga mempengaruhi kualitas microphone.
Bagaimana sih menjadi seorang host, presenter atau kalau dulu itu adalah pewawancara?,” tanya Pak Addin kepada mahasiswa. Menurutnya, Host ini adalah istilah yang baru saja muncul. Pada zaman dahulu, tidak ada yang mengenal apa itu Host, yang ada hanyalah menjadi pembawa bicara. “Saya sebentulnya membawa contoh-contoh rekaman Talk Show. Saya akan memperlihatkan, bagaimana ketika kita menjadi Host atau presenter, kemudian ketika kita menjadi narasumber,” katanya. Dengan menonton langsung bagaimana seorang presenter atau host dan narasumber tampil, maka akan memudahkan kita untuk meniru teknik-teknik mereka.
“Dan satu lagi yang saya alami, yang saya lakukan adalah kita juga bisa nyanyi,” katanya dengan senyum manis. Hal Itu bisa dimiliki oleh seorang host dalam menunjang profesinya. Menurutnya, seseorang yang bisa nyanyi, ia telah mampu berucap dan bertutur kata dengan penuh keindahan. Ia akan mengatur kata demi kata, kalimat demi kalimat yang ia keluarkan, sehingga menghadirkan suatu lagu yang orang lain dengarkan.
Beliau mengungkapkan bahwa ada satu contoh yang sekarang masih disiarkan oleh SCTV melalui program Inbox pagi. “Ketika sesi menebak judul lagu. Itu putri sangkar membacakan teksnya itu tidak dengan berlagu. Ya (baiti menjawab ya-ya). Anda melihat persis misalanya lagu. “SEPANJANG JALAN KENANGAN KITA SELALU BERGANDENGAN TANGAN,” jelasnya kepada mahasiswa. Setelah itu pemirsa menebak itu lagu apa. Kalau kita tidak mempunyai pengetahuan tentang lagu itu tidak akan bisa menebak. Itulah manfaatnya dari belajar menyanyi sebagaimana yang diungkapkan oleh Pak Addin Chadiri. Teman-teman pun bernyanyi bersama-sama di kelas pada bait “SEPANJANG JALAN KENANGAN KITA SELALU BERGANDENGAN TANGAN.” Selesai bernyanyi, teman-teman pun ketawa berbahak-bahak.
 Jika menjadi seorang host atau presenter tidak bisa bernyanyi, tentu akan berbeda ketika perform di televisi atau di hadapan public. “Itu sudah saya rasakan,” katanya. Beliau bercerita bahwa ada teman satu profesi yang masih junior di bawahnya. Orang itu cukup terkenal di Jawa Timur dulu. Yang tidak perlu disebutkan namanya agar terjaga nama baiknya. Hanya saja dia tidak bisa bernyanyi. Ketika semuanya bernyanyi waktu reoni pembawa acara TVRI seluruh Indonesia di Jakarta. Yang tidak bisa bernyanyi menjadi minder, termsuk juga dengan pembawa acara top itu.
Beliau menjelaskan bahwa berbicara itu memiliki intonasi, ada naik-turunnya suara. “Kalau kita berbicara, “Saudara pemirsa, selamat pagi selamat bertemu kembali dengan saya,” kan ini. “Saudara pemirsa, selamat pagi selamat bertemu kembali dengan saya,” in ikan bagus,” katanya dengan intonasi bagus. Orang yang mendengarkan suara seperti itu, telinga kita bisa menerima dengan baik. Beliau tidak berharap ada lulusan dari dakwah yang pernah menerima ilmu darinya ada yang lifestyle, yaitu berbicara dengan tersendat-sendat. “Anda berbicara, “Saudara pemirsa, eeeee, selamat pagi, eeee, selamat bertemu kembali, eeeee senang sekali, eeeee,” katanya dengan memberi contoh kepada kita untuk menghindarkannya. 
Cara menanggulanginya gimana pak?” kata salah seorang mahasiswa. Menurtnya, ada satu cara yang sangat efektif yaitu dengan menarik kalimat terakhir dengam agak panjang. Misalnya, “Selamat pagi saudara pemirsa selamat bertemu kembali dengan saya Addin Hadiri, mudah-mudahsan saya harapkan anda di semua rumah sehat wal afiyat. Kalau berbicara dengan ada “eeee” itu berarti otaknya Blank,” katanya mencontohkan. Ketika kita membaca kalimat pertama dan kedua, mata sudah lari ke kalimat ketiga, maka itu akan lancar. Tetapi jika kita berhenti, Kebelakangnya tidak akan lancar. Inilah salah satu cara bagaimana kita berbicara  dengan lancar.
Beliau yakin bahwa semua mahasiswa yang ada di kelas ini tidak semuanya berbicara dengan lancar. Apakah disebabkan oleh gangguan indra mulut, struktur gigi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, menurutnya, tidak ada orang yang bertutur kata  sama persis dengan orang lain. Baik naik-turunnya irama, pemenggalan kalimat begitu juga dengan kejelasan dalam mengatakan a-i-u-e-o. Beliau mengungkapkan bahwa ada orang yang tidak mangap, tapi cukup jelas dalam bertutur kata. Seperti apa yang dilakukan oleh seniornya yang bernama Syazli Rais, penyiar di Jakarta. “Tapi kalau saya tidak bisa jelas. Anda mungkin mangap dan jelas. Ada yang sudah mangap tapi masih belum jelas,” ungkapnya. Agar tidak ada kendala dalam rongga mulut kita. Beliau mengutip sebagaimana yang diuangkapkan oleh Endang bahwa berlatihlah dan memperbanyak mengatakan “a-i-u-e-o.” Beliau yakin bahwa kita sudah diajari oleh Prof Ali dalam mengungkapkan huruf-huruf konsosnan itu.
Menjadi Host, harus berbicara dengan keras, sebagaimana yang beliau pernah singgung ketika kita berkunjung ke rumah beliau. Beliau menyuruh kita untuk berlatih di pantai, salah satunya  ke Pantai Kenjeran. Hal ini dilakukan bukan niat negatif, tapi kita membawa Naskah untuk berlatih. Di suara ombak yang besar itu, kita membaca naskah agar melonggarkan pita suara kita.
Bagi Pak Addin sekarang yang masih mendapatkan ujian dari Allah SWT, masih belum bisa berteriak. “Dulu saya Alhamdulillah, tidak sombong. Saya nyanyi menirukan Charles bisa. Karena latihan,” ungkapnya dengan memberi semangat kepada mahasiswa. Jika beliau memiliki waktu senggang. Beliau masuk karaoke  dengan bernyanyi sendirian hingga dua puluh lagu dengan sekitar dua jam. “Pita suara saya masih gerok,” katanya sambil memegang leher. Beliau yakin suatu saat nanti bisa sembuh dengan izin Allah SWT. Beliau bercerita bahwa penyakit suara yang dideritanya itu sudah mencapai lima bulan, yang dimulai dari November, hingga April. “Allah belum mengijinkan saya untuk puliah kembali. sedangkan Prof. Ali enam bulan. Beliau enam bulan sakit, suaranya hilang itu,” curhatnya.
Anehnya, di luar dugaan dirinya. Beliau hari Jum’at tanggal 17 April menjadi pembawa acara pada Hari Ulang Tahun Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia di Masjid Nasional Al-Akbar surabaya yang dihadiri oleh Presiden RI, bapak Ir. H. Joko Widodo, yang disiarkan langsung TV9. “Ya Alhamdulillah, Allah mengijinkan saya, iso mettu suaraku. Itu yang heran saya,” ungkapnya. Menurutnya  Sound System pada waktu itu bagus. Teknik berbicaranya, beliau mengambil dengan sangat dekat sekali dengan microphone. Jadi tidak terlalu kelihatan kalau suaranya sedang bermasalah. “Alhamdulillah tidak ada yang komplain, Tapi selesai itu saya pulang, gerok maneh,” curhatnya. Artinya kita harus pandai-pandai mensiasati bagaimana karakter microphone serta bagaimana cara yang harus kita lakukannya. Mulut sebagai alat berbicara yang kita miliki harus mempunyai kepekaan yang tinggi.
Kalau microphone seperti ini, suaranya kalian ini gak masalah. Tapi buat saya yang sedang sakit. Saya harus mencari jarak yang aman,” ungkapnya sambil menunjuk pada microphone. Microphone yang baik, menurutnya adalah yang tidak terlalu memengkakkan telinga, tetapi juga tidak terlalu sulit didengarkan. Microphone brodcast di televisi jarak sekitar 30 cm itu sudah bagus, karena bisa mencapai jutaan. “Kalau microphone seperti ini bisa mencapai  250, 300,” katanya sambil menunjuk  microphone. Menurut beliau, kita sebagai calon host, presenter harus mengetahui karakteristik microphone. Bagaimana caranya kompilasi suara kita keluar dengan enak didengar, bisa dimengerti. Sehingga orang dapat mendengar dengan baik.
Menurutnya, berbicara itu harus diolah. Sebab orisinilitas sangat dibutuhkan. Beliau menceritakan ketika menjadi juri di IDMI (Ikatan Da’i Muda Indonesia), enam puluh persen peserta meniru gaya suara KH. Zainuddin MZ. “Anda oke meniru muballigh yang sedang kondang, tetapi Anda harus konsisten,” katanya kepada pesera pada waktu itu. Jangan sampai hari ini kita bisa tampil prima, bulan depan kita sudah hancur. Disebabkan selalu meniru gaya ceramah seseorang yang sedang tenar. Meniru suara, menurutnya, tidak akan mempertahankan konsistensianya. Jadi poinnya suara ini harus orisinil. “Tetapi kita harus masak suara itu,” tambahnya.
Beliau melarang kita untuk berbicara dengan nafas dada. Sebab pernapasan yang bagus itu adalah pernapasan perut. “Perut saya ini sudah main ketika berbicara,” katanya sambil mengganti microphone lainnya. Latihannya adalah kita sedot pakai hidung, kemudian kita lepas lewat mulut. Ketika kita nyedot, perut ditarik. Ketika kita keluarkan perut dikembungkan. Begitu seterusnya. Menurutnya, kalau sudah terbiasa, perut akan main dengan sendirinya. Jadi tanpa menggunakan perpasan hidung. Sehingga tidak mengganggu microphone, apalagi jika microphone-nya peka. Beliau menambahkan bahwa bernapas dengan perut akan lebih bagus. Sebab modulasi yang keluar, ia akan orisinil. Beliau menyarankan bahwa bagi wanita suara tidak perlu dipaksakan supaya ngebbas. Tetapi bagi laki-laki, itu akan sangat ideal suara yang punya bas. “Jangan sampai seperti di TV, orangnya ganteng, badannya besar dan kekar, tapi suaranya kecil,” katanya. Sehingga  teman-teman pun ketawa semua. Kan sering seperti itu, ada lelucon-lelucon seperti itu. Bagi cewek, munculkan
Menurutnya, orang yang memiliki cacat fisik itu sangat tidak memungkinkan untuk tampil mempesona sebagai Host. Terutama cacat fisik di daerah wajah. Sebab hal itu sangat menggangu konsentrasi penonton dan pemirsa. Kalau mungkin cacat fisik kaki tidak begitu bermasalah. Sebagaimana komeng yang sudah ngetop. “Padahal di jegglek, pincang. Tetapi semua orang tidak mengerti kalau komeng itu pincang. Tetapi untuk wajah dia sempurna, mulut sempurna, dia dapat bertutur kata dengan bagus, lucu, menarik perhatian orang,” tuturnya dengan memberi motivasi kepada mahasiswa. Menurutnya cacat kaki ini tidak terlalu menggangu konsentrasi. “Tetapi buat host. moto atau mripet rodok sipit titik, sing sici gedde, sing sici cilik,” katanya sambil melepaskan kacamat. Hal itu jelas gugur secara fisik atau mulutnya menceng dan lain sebagainya. Yang pasti cacat secara fisik mengganggu perhatian pemirsa dan penonton. Beda dengan cacat kaki yang masih bisa ditutupi dengan sepatu atau dengan yang lainnya.   
Apa yang dikatakan beliau bukan berarti menghina ciptaan Allah. Artinya memang persyaratan menjadi seorang host, presenter, pewawancara, itu kesiapan fisik dibutuhkan. Kesehatan jasmani, kesehatan rohani dibutuhkan.  Orang yang memiliki kesehatan jasmani, ia selalu menggunakan pakaian yang rapi, pantes, tidak terlalu norak, ini juga menjadi suatu hal yang patut kita perhatikan. “Saya bisa menilai remaja-remaja sekarang itu, kalau ada sepuluh barangkali. Belum tentu satu itu yang rapi. Kemudian bersih, pantes itu belum tentu,” katanya. Beliau membandingkan mahasiswa dulu dengan sekarang bagaikan langit dan bumi. Mahasiswa sekarang rata-rata menggunakan busana yang tidak rapi dan sering tidak sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama.
Beliau membandingakan dengan dirinya yang dulu ketika masih kuliah sudah rapi sebagaimana saat ini yang sudah rapi. Artinya bukan sekarang saja bailu yang mencintai kerapian. Beliau kuliah dengan sepatu bersih, memakai kaos kaki, memakai sabuk, jika menggunakan baju berlengan panjang masukkan. Tak hanya itu jika baju denganlengan pendek ya tetap beliau masukkan. “Rambut saya ya sisir rapi. Tidak mengikuti jaman sekarang yang kayak itu,” Katanya sambil menunjuk ke Handika, yang memiliki rambut seperti jarum model sekarang. Teman-teman bersorak ria. Walau begitu, beliau mempersilahkan kita untuk menggunakan sesutau sesuai kemauan kita. Sebab hal itu adalah bagian dari hak kita. Beliau teringat seorang gurunya ketika masih di Muallimin pada tahun 1969 yang bernama Ustadz Ismail pernah mengatakan, “Nanti akan ada suatu jaman edan.” Menurutnya, walau jaman sudah hanyut seperti ini. Tapi kita sebagai pribadi muslim harus punya karakter, punya kepribadian, punya prilaku yang sesuai dengan tuntunan agama kita. Yaitu agama Islam, agama sempurna.
Menurut beliau, untuk tetap konsisten dalam berpakaian rapi memang sulit, dan harus membiasakan diri berpakain rapi. “Ya Alhamdulillah. Saya bukan bujuk’i. Alhamdulillah anak-anak saya rapi-rapi semua. Alhamdulilah saya bersyukur,” katanya. Menurtnya, semua anak-anaknya beliau senantiasa berpakaian rapi sebagaimana beliau. Hal ini penting sekali keteladanan orang tua dalam penanaman karakter untuk si buah hati, agar menjadi insan kamil.
Menjadi seorang host dan presenter harus menggunakan minyak wangi. ‘Ojok sampek rek, host mendekati narasumbernya dalam keadaana bau,” katanya dengan senyum manis. Sehingga membuat seluruh mahasiswa ketawa. Menurutnya hal Ini hal sepele namun sangat vital ketika tampil di depan umum. Beliau bercerita bahwa beliau mempunyai teman cewek. Anehnya ia memiliki suami yang baunya sangat kecut dan pahit. Walau begitu istrinya itu senang sekali kepada suaminya itul. Ketika Pak Addin mendekat di kantor dengan temannya yang cewek itu. Malah beliau Malah dielokno. Yang ketika itu beliau sangat wangi. “Wangi itu diellokno elek. Suamine sing ambune gak wuenak iku, dianggep apik, ya Allah,” katanya yang disambut ketawa oleh anak-anak.
Beberapa menit kemudian setelah selesai menjelaskan, beliau meminta teman-teman untuk praktik secara bergiliran. Praktek diawali oleh Mbak Azka, Mbak Nafis, Mbak Mahabbah, Mbak Fajriyah, Mbak Samroh, Mbak Baiti, Mbak Nitra, Mbak Ulifian, Mas Handhika, Mas Hakim, saya, Mas Faizin, Mas Hisyam, Mas Trisno, Mas Zein, Mas Rico dan yang terakhir adalah Mas Irfan.
Setelah Ulfian, adalah Hakim. Ia tampil tanpa membawa teks sebagaiman teman-teman lainnya. Di tengah praktek menjadi presenter itu, ia lupa sehingga berhenti sejenak. Teman-teman pun yang ada di kelas tertawa berbahak-bahak. Pak Addin mengatakan bawah apa yang dilakukan Hakim merupakan over convident (percaya diri yang berlebihan). Hal itu tidak baik. Beliau menjelaskan, orang yang memiliki rasa percaya diri secara berlebihan, merasa bahwa ia akan mampu melaksankan dan dapat tampil secara mempesona. Tapi menurut Pak Adin, apa kenyataanya dengan Hakim, ia lupa disebabkan oleh kepercayaan diri yang berlebihan.
Setelah hakim selesai praktek. Kini adalah giliran saya.  Agar tampil dengan maksimal, kemudian saya membawa teks. Ketika tampil saya lebih banyak melihat ke audiens dari pada membaca teks yang saya bawa. Inilah teks saya,
“Selamat siang pemirsa  yang ada di studio maupun yang ada di rumah, jumpa lagi dengan saya SYAMSU RIYANTO, dalam acara kesayagan kita, KAIN NAWAWI (Kajian Kitab Arbain An-Nawawi).
Senang sekali rasanya saya dapat menemani anda selama 30 menit kedepan, tentunya dengan tema yang menarik,  dan narasumber yang ahli di bidang Psikologi Islam.Pada saat ini banyak probelmatika sosial yang terjadi, salah satu penyembabnya karena emosi dan marah yang berelebihan.
Inilah se abnya edisi kali ini, kita akan mengangkat topik yg sangat menarik, yaitu “Larangan Marah”, mengapa masih banyak orang yang marah, dan bagaimana solusinya, mari kita simak bersama jawabannya.
Pemirsa, di studio kita sudah kedatangan tamu yang spesial, ada Ustadzah Nitra Galih Imansari.Langsung saja kita sapa tamu kita hari ini. Assalamu’alaikum ibu ustadzah.”
Itulah yang saya. Setelah tampil, Pak Addin langsung mengoreksi terhadap kesalahan-kesalahan saya. Beliau memerintahan saya untuk tampil dengan jantan, tanpa meniru seperti seorang wanita. Begitulah pesan inspiratif darinya. Menurut Pak Addin, ketika saya tampil dari awal hingga akhir terkesan menggunakn gaya yang feminin. Beliiau menyuruh kita untuk tampil secara maskuilin ketika tampil di masa yang akan datang an seterusnya. Setelah teman-teman selesai tampil. Pak Addin berdiri dan memberikan korekai dan pengarahan secara umum. Menurutnya, agar kita semakin baik dalam bidang host dan, maka tidak lain cara yang paling efektif adalah berlatih dan berlatih.
Pak Addin pun duduk. Kemudian Prof Ali Aziz yang menggantikan memberikan pengarahan kepada kita. Menurut penulis Terapi Shalat Bahagi itu. Mengapa kita harus membawa teks ketika tampil. Sedangkan teks yang perlu kita hafalkan itu teidka banya, hanya sedikit sekali. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab kita tampil kurang maksimal. “Tapi gak papalah hidup itu masih koma,” katany dengan memberi semangat kepada mahasiswa untuk tetap tampil mempesona walau masih memiliki banyak kekurangan.
Kuliah kemudian diakhiri dengan doa yang dipimpin langsung oleh Prof Ali. “Allahumma Shallai ‘ala sayyidina Muhammad. Allahumma la tadza’lana dzanban illa ngafartah, wala hamman illa farajtah. Wahai Allah, saya sebagai dosennya, Pak Addin sebagai dosennya. Anak-anakku sekalian ini, wahai Allah engkau pasti-pasti Maha Mengampuni kami. Wala hamman illa farajtah, siapapun yang sedang susah di antara kami, Engkaulah yang Maha menghilangkan kesusahanya Ya Allah. Ya Allah jadikanlah setiap matahari terbit di ufuk timur. Itulah masa depan cerah kami. Ya Allah, matahari terbenam di ufuk barat. Ya Allah kami yakin, yakin, yakin apa saja kegelisahan kami, engkaulah yang akan menguburkannya sebagaimana matahari terbenam diufuk barat,”itulah sebagian doa yang masih saya ingat dari Prof Ali.
Terakhir, kita bersalaman dengan Prof Ali dan Pak Addin. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kepada keduanya rahmat dan mengampuni segala dosa-dosanya.