Oleh: Syamsuriyanto
BAB I
PENDAHULUAN
(PENGENALAN ATAU INTRODUCING)
Kiat Dakwah dengan Lisan adalah benar tatkala dikatakan
bahwa seseorang yang yang melakukan tugas dakwah tidak berkewajiban untuk
meraih keberhasilan. Tetapi
di sisi lain, ia hendaknya melakukan semaksimal mungkin hal-hal yang dapat
mengantarkannya kepada keberhasilan dakwah. Al-Qur’an
memperkenalkan beberapa kiat agar seseorang berhasil dalam dakwah, dengan
lisan, antara lain dengan penuh hikmah, nasehat yang baik dan dialog yang lebih
baik.
Diantara
karakteristik berdakwah dengan lisan yang dilakukan secara hikmah adalah
:
1. Ungkapannya
memuat kebenaran.
2. Disampaikan
dengan jelas, tidak mengandung kesamaran dan dapat difahami pendengar. Dalam
hal ini yang menjadi ukuran adalah kefahaman pendengar, bukan yang menyampaikan
dakwah.
3. Sesuai dengan
situasi dan kondisi yang melingkari pendengar.
4. Sesuai dengan
kemampuan intelektualitas pendengar. Dalam sebuah atsar dikatakan.
Penelitian ini membahas tentang dakwah
bil-lisan melalui khotbah Sholat Jum’at (Penelitian Tentang Khotbah Sholat
Jum’at di Masjid Mujahidin Tantung Perak Kota Surabaya) sebagai berikut:
1. Nama Kegiatan :
Sholat Jum’at
2. Tempat :
Masjid Mujahidin Tanjung Perak kota Surabaya
3. Waktu : 07 Juni 2013
4. Penceramah/
Khotib : Ust. H. Muhammad Mukhaddam, B.A
5. Durasi Khotbah :
Sekitar 30 menit
6. Materi Khotbah :
Hikmah Isro’ Mi’roj
7. Jama’ah :
Sekitar 800-1000 jama’ah
8. Imam Sholat : K.H. Khasun, B.A
9. Muadzin :
Bapak. Hasan
BAB II
PEMBAHASAN
(ANALISIS DAN DESKRIPSI)
A. PENCERAMAH (KHOTIB)
1. Materi khutbah (maaddah
dakwah) yang disampaikan khotib
a. Kekurangan terhadap maaddah dakwah yang
disampaikan
1)
Materi yang disampaikan tidak langsung kepada tema yang
telah ditentukan di papan informasi masjid. Khotib masih membahas “Ketaqwaan
dan Manfaat bagi Orang yang Bertaqwa” sebelum materi inti disampaikan.
Seperti, Allah akan memberikan jalan keluar, memberikan rezeki yang tidak
disangka-sangka serta memudahkan segala urusan bagi orang-orang yang bertakwa. Padahal
materi yang seharusnya disampaikan berjudul “Hikmah Isro’ Mi’roj”.
2) Khotib terlalu banyak menyampaikan dalil-dalil al-Qur’an
dan hadits, daripada analisis dan pengembangan dari dalil-dalil tersebut.
Khotib tidak memperhatikan jama’ah yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat
baik murid, pengajar, pengusaha, pejabat, TNI/Polri, hingga tukang becak.
3) Ketika menyampaikan suatu hadith, khotib tidak
menyampaikan sanad dan perawinya. Khotib hanya menyampaikan matan hadith.
4) Ketika menyebut lafad Muhammad, khotib tidak
menyebutnya dengan diiringi dengan lafad sayyidina. Peneliti mengira itu
perbuatan yang kurang beradap kepada Nabi Muhammad SAW.
5) Khotib menyampaikan khutbahnya lebih kepada tabdzir
dari pada tabsyir. Ketika membahas masalah sholat, Khotib lebih
menekankan kepada orang yang meninggalkannya. Bahwa mereka akan masuk neraka
dan mendapat ancaman dari Allah SWT. Khotib tidak menekankan kepada orang yang
melaksanakannya, bahwa mereka akan mendapatkan keselamatan hidup di dunia dan
akhirat, dimudahkan segala urusannya, mendapatkan rezki, mendapatkan surga dan
ridlo dari Allah SWT. Padahal mitra dakwah lebih senang ketika pendakwah
menekankan kepada janji Allah SWT, dari pada ancaman dan siksaan yang diberikan
oleh-Nya.
b. Kelebihan terhadap maaddah dakwah yang
disampaikan
Pembahasan yang disampaikan sangat rinci, setelah
khotib menyampaikan materi tentang “Ketaqwaan dan Manfaat bagi Orang yang
Bertaqwa”. Beliau kemudian membahas “Hikmah Isro’ Mi’roj”. Pembahasannya
mulai dari Rasulullah SAW isro’ dari
Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, mi’roj dari
Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. Kemudian membahas tentang pentingnya
shalat, bahwa Rasulullah SAW bertemu dengan Allah SWT melalu jasad dan ruhnya
hanya untuk melaksanakan kewajiban Allah yaitu shalat. Pembahasan dilanjutkan
mengenai syarat-syarat shalat, rukun-rukun shalat, sikap orang dalam merespon shalat
serta khusyu’ dalam shalat.
2. Bahasa yang
digunakan khotib
a. Kekurangan terhadap bahasa yang digunakan
1)
Bahasa yang digunakan kurang persuasif. Seperti, kurag meyakinkan dan menyentuh jama’ah. Khotib Kurang memberikan fakta, contoh, statistik, dan testimoni dalam khutbahnya. Metode khutbah
yang digunakan harus bertujuan untuk memberikan peringatan, dorongan dan
motivasi. Metode khutbah harus difahami benar oleh khatib untuk memudahkan
pemahaman isi khutbah oleh pendengar. Pesan yang baik namun disampaikan dengan
metode tidak benar, maka pesan yang disampaikan membuat jamaah tidak akan
mengerti, hingga pada akhirnya sasaran khutbah tidak tercapai.
2)
Penyampaianya terlalu cepat dan menggebu-gebu, sehingga
apa yang disampaikan hanya bisa dipahami oleh kalangan tertentu. Khotib harus
menyampaikan dengan suara halus dan sejuk dalam bertutur kata, dengan bahasa
yang sopan, bijaksana, santun serta lembut dan bersikap halus dalam
masalah-masalah yang terjadi perbedaan pendapa. Jangan sampai terbawa emosi dan kekasaran dengan melontarkan
kalimat yang tidak pantas dilontarkan. dan sejuk sehingga ucapannya bisa diterima, hati pun
tidak saling menjauhi, serta suasana hati menjadi tenang.
3)
Ketika menyampaikan khutbah, khotib batuk-batuk. Mungkin salah
satu penyebabnya beliau sudah sepuh.
b. Kelebihan terhadap bahasa yang
digunakan
1) Khotib meyampaikan khutbahnya dengan suara
keras serta dengan penuh semangat. Tujuannya adalah supaya apa yang disampaikan
menjadi jelas. Mungkin khotib mengikuti contoh Rasulullah SAW berkhutbah,
beliau berkhutbah secara bersemangat dengan kata-kata yang terucap secara keras
dan tegas dan beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata kasar yang bisa
menyakiti orang lain. Jika para khotib menggunakan cara penyampaian yang
diteladankan Nabi ini, dengan materi yang aktual, hangat, dan dinamis, niscaya
para hadirin akan bergairah dan penuh semangat, tidak lesu dan mengantuk
seperti yang sering kita lihat.
2) Ketika khotib berdo’a untuk jama’ah sholat
jum’at, serta untuk seluruh kaum muslimin dan mu’minin. Beliau berdo’a dengan menggunakan
bahasa Indonesia, sehingga jama’ah memahami serta menambah kemantapan dan
kekhusyu’an jama’ah dalam berdo’a.
3. Kepribadian
yang dimiliki khotib
Khotib mempunyai semangat tinggi, pantang
menyerah, tidak mengenal putus asa, berpengetahuan luas, berakhlak mulia, tegas
mengambil keputusan, menerangakan sesuatu dengan rinci, tergesa-gesa, dan
lainnya.
4. Busana yang
digunakan khotib
a. Kekurangan terhadap busana yang digunakan
Khotib tidak
menggunakan sorban ketika menyampaikan khutbahnya. Selain menambah kewibawaan,
kebijaksanaan, ketampanan dan berhias, menggunakan sorban merupakan sunnah
Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Anas RA meriwayatkan: “Saya melihat
Rasulullah SAW sedang berwudhu. Beliau memakai sorban Qitri” (Abu
Dawud: 19).
b. Kelebihan terhadap busana yang
digunakan
Walaupun tidak
menggunakan sorban, khotib menggunakan busana muslim yang baik, menggunakan
kopiah dengan hiasan-hiasan yang bagus, baju taqwa dengan rangkaian tenunan
yang indah serta sarung yang rapi. Menggunakan busana muslim adalah anjuran
dari ajaran syariat Islam.
B. PANITIA ACARA
(TA’MIR MASJID)
1. Pelayanan
Pelayanan yang diberikan oleh petugas keamaanan masjid (pemantau
keamaanan didalam masjid terdiri dari dua orang, dalam hal ini bukan satpam)
kepada jama’ah sholat jum’at sangat baik. Terbukti keduanya meyambut jama’ah
yang baru datang dengan senyuman, kemudian mempersilahkan jama’ah untuk masuk
dan memerintahkannya untuk menempati shaf pertama.
Selain itu, salah satu dari petugas keamaanan masjid
memantau perkembangan yang ada di dalam masjid. Dalam pantauannya, beliau
melihat tas milik peneliti yang berada di sebelah selatan tiang penyangga
masjid. Sedangkan peneliti berada disebelah utara tiang penyangga masjid yang
sedang membaca al-Qur’an sambil menghadap ke arah utara. Beliau (petugas
keamaanan masjid) melihat hal seperti itu, kemudian datang dan memperingati peneliti
dengan suara pelan dan akhlak yang mulia. Peringatan itu berisi bahwa peneliti jangan
meletakkan sesuatu di tempat rawan seperti itu, walaupun tas berada di dekat peneliti.
Karena jika peneliti sedang sholat, beliau khawatir tas peneliti hilang. Beliau
menyarankan supaya peneliti meletakkannya di tempat yang aman seperti di depan
shaf pertama. Beliau mengatakan bahwa sering terjadi kehilangan barang-barang
yang ada di masjid Mujahidin, yang tidak diletakkan pada tempat yang aman oleh
pemilik. Beliau tidak menginginkan kehilangan terulang kembali kepada jama’ah
masjid yang lain. Menurut beliau, walaupun pada hakikatnya tas milik peneliti
diletakkan didekatnya, tetapi itu belum tentu aman.
2. Perlengkapan
a. Kelebihan
1) Speaker yang efektif dan efisien yang berada di
setiap sisi dan sudut masjid, sehingga suara yang ditimbulkan menjadi keras dan
bagus.
2) Di dalam masjid, penuh dengan hamparan
permadani yang indah.
3) Parkir sepeda motor yang tertata rapi di depan
masjid. Sehingga walaupun halamannya tidak luas, dapat mencukupi parkir sepeda
motor di dalamnya. Sedangkan parkir untuk mobil berada di depan pagar dan pintu
gerbang dekat jalan raya.
b. Kekurangan
1)
Ta’mir masjid tidak menyediakan air minum yang diberikan
kepada khotib, sehingga khotib haus. Kemudian yang menjadi penyebab beliau
batuk-batuk.
2)
Imam sholat yang sudah sepuh, sehingga ketika
membaca ayat-ayat al-Qur’an di waktu sholat terdapat beberapa kesalahan, baik tajwidnya
maupun makharijul khurufnya.
3)
Muadzin yang juga sudah sepuh, sehingga ketika
mengumandangkan adzan tidak dapat
mengatur intonasi suara yang baik
4) Air yang disediakan untuk wudlu’ dan lainnya
tidak cukup, sehingga jama’ah harus antri untuk menggunakannya.
C. AUDIEN
(JAMA’AH)
Respon jama’ah
ketika khotib menyampaikan khotbahnya bervariasi, ada yang serius mendengarkan
dengan bersila yang baik dan teratur, serius mendengarkan khutbah dengan duduk
yang tidak teratur, tidur, dan lain-lain. Namun ketika sholat dilaksanakan,
mereka meluruskan dan merapatkan barisan secara teratur dan rapi.
Pesan peneliti
kepada jamaah supaya mereka mendengar secara seksama dan bertindaklah secara
bijaksana yang pada akhirnya khutbah Jumat benar-benar memberikan kesejukan
kepada seluruh jamaah kaum muslimin.
Persentase
jama’ah laki-laki sholat jum’at dimasjid Mujahhidin:
1. Golongan anak-anak (3-12 tahun sekitar 15%)
2. Golongan remaja (12-21 tahun sekitar 20%)
3. Golongan dewasa (21-50 tahun sekitar 40%)
4. Golongan tua
(50 tahun sampai ke atas sekitar 25%)
Sementara
jama’ah perempuan tidak banyak, mungkin karena tidak difardu ‘ainkan kepada
mereka. Peneliti tidak mengetahui secara pasti tentang persentase golongan bagi
jama’ah perempuan dan berapa banyaknya. Akan tetapi ketika keluar dari masjid,
peneliti melihat seorang jama’ah perempuan membagi-bagikan uang kepada beberapa
pengemis yang sedang meminta uluran
tangan dari jama’ah yang keluar. Peneliti melihat seorang jama’ah perempuan
tadi memberikan Rp. 1000 kepada setiap pengemis.
D. SUASANA ACARA
Walaupun khotib menyampaikan khutbahnya dengan penuh
semangat dan suara keras, jama’ah menanggapinya dengan berbagai cara, ada yang
mendengarkan dengan penuh perhatian, duduk dengan tidak teratur dan rapi, ketiduran
dan lain-lain. Mungkin khotib tidak mengetahui tentang psikologis jama’ah,
sehingga apa yang disampaikan itu tidak sesuai dan dan mudah diterima oleh
semua kalangan.
Yang patut disampaikan disini adalah bahwa pendengar
(jama’ah) hendaknya tidak bersikap statis selamanya hanya berperan sebagai
pendengar yang menjadi objek dalam amal dakwah. Ia hendaknya berupaya membangun
dalam dirinya semangat dan kemauan untuk juga menjadi penggerak bahkan pelaku
dakwah. Dengan demikian ia dapat merasakan nikmatnya berdakwah dan menggapai
keutamaannya “Manakala ada seseorang yang memperoleh hidayah lantaran usahamu
maka hal itu lebih baik bagimu dari pada dunia dan isinya”.
Ketika sholat akan dilaksanakan, imam memperingati
jama’ah untuk merapatkan dan meluruskan shaf-shaf. Setelah membaca surat al-Fatihah,
imam melanjutkan membaca sebagian ayat surat yasin di masing masing rakaat sholat,
walaupun terdapat kesalahan dalam membacanya.
Setelah sholat, dzikir dilaksanakan secara individual
tanpa dipimpin oleh imam. Diantara jama’ah yang sedang khusyu’
melaksanakan dzikir dan sholat ba’diyah
jum’at, ada sebagian jama’ah yang langsung pulang tanpa melaksanakan
dzikir.
Ketika keluar dari masjid, peneliti melihat segerombolan
pengemis meminta uang dari jama’ah yang pulang. Diantara jama’ah itu, ada yang
memberinya serta ada pula yang tidak memberinya. Bagi yang tidak memberinya,
mungkin mereka tidak membawa uang atau sudah diberikan pada kota amal masjid.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kita mengetahui
bahwa dakwah bil-lisan dapat
dilakukan dengan berbagai bentuk, seperti ceramah, dialog, diskusi, kajian
terbatas dan umum, statement, pelatihan, person to person contact
dan lainnya. Bentuk-bentuk tersebut bisa dilakukan secara langsung atau tidak langsung,
seperti audio visual. Dengan berkembangnya teknologi, komunikasi dan informasi, bisa jadi
bentuk-bentuk dakwah bil-lisan itu tergeser dengan arus budaya
yang ada diganti dengan dakwah bil-qalam, dakwah bil-maal, dakwah bil-yad, dakwah
bil-maal serta metode dakwah yang lain. Namun tidaklah demikian bagi khutbah
sholat Jum’at di masjid, ia tetap eksis ditengah-tengah perkembangan arus
modernisasi. Alasannya, sholat jum’at diwajibkan oleh Islam kepada kaum muslim,
secara otomatis khutbah pun diwajibkan karena sholat Jum’at tanpa khutbah itu batal (tidak sah).
B. SARAN
Demikian
pembahasan dari tugas penelitian ilmu dakwah saya. Saya berharap
semoga pembahasan dalam tugas penelitian ilmu dakwah ini
dapat membantu dan bermanfaat bagi kita, khusunya pemerhati aktivitas dakwah. Dan saya juga berharap kritik dan saran dari semua pembaca untuk kesempurnaan penelitian saya
selanjutnya. Sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar