A. Pengintegrasian
Dakwah (Dakwah Secara Terpadu)
Dakwah
dilakukan secara terpadu, dengan pengertian bahwa berbagai aspek kebutuhan
masyarakat diatas dapat terjangkau oleh program dakwah, dapat melibatkan
berbagai unsur yang ada dalam masyarakat dan penyelenggaraan program dakwah itu
sendiri merupakan rangkaian yang tak terpisah-pisah.[1]
Integrated
dakwah communication
(IDC), yaitu aktivitas komunikasi dakwah yang dilakukan secara terpadu atau
terintegrasi. Dikatakan terpadu karena komunikasi tersebut, baik dari
aspek headline; konten; desain visual; bentuk
media; timeline disusun dan dirancang secara runtut dan sistemik yang
terangkum dalam ide besar (big idea) komunikasi. Kesemuanya harus berada
dalam jalur yang satu (inline).
Dakwah yang
dilakukan tanpa jaringan hasilnya bisa dipastikan “kurang maksimal”, sedangkan
dakwah yang dilakukan dengan membangun jaringan atau sebuah kerjasama akan
menimbulkan kekuatan yang efektif dan efisien yang akan dapat mencapai hasil
yang nyata dan maksimal.
Di era digital
(The Digital Age) seperti sekarang ini membuat orang semakin mudah untuk
mencari dan menerima informasi. Setiap orang bisa menjadi penerima berita,
sekaligus sumber berita. Karena setiap orang punya kesempatan untuk melakukan
keduanya everytime, everywhere, from everyone. Disinilah tantangan
terbesar bagi komunikasi dakwah, yaitu bagaimana dakwah yang kita lakukan bisa meraih
perhatian (Attention), menarik (Interest), dicari oleh audiens (Search),
mendorong untuk berpartipasi (Action) dan bersedia untuk menyebarkan dan
mendialogkan dengan lingkungannya (Share), yang dalam
strategi marketing communication dikenal dengan istilah AISAS.
Dan hal ini membutuhkan perancangan komunikasi dakwah yang terintegrasi. Untuk
apa? Jawabannya, untuk meraih ‘sekapling’ persepsi di benak (baca: otak) target
audiens dan mampu stand out (baca: terindera) ditengah-tengah
hingar-bingarnya informasi dunia.[2]
B. Pengorganisasian
Dakwah
Pengorganisasian mempunyai akar kata organisasi
(organization). Dalam kamus KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
organisasi ialah kesatuan (susunan) yang terdiri atas bagian-bagian (orang)
dalam perkumpulan untuk tujuan tertentu; atau kelompok kerja sama antara
orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama.[3] Sedangkan pengorganisasian sendiri ialah
proses, cara, atau perbuatan mengorganisasi. Itu secara etimologi, sedangkan
secara terminologi ialah rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang
menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dengan jalan membagi dan
mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun
jalinan hubungan kerja diantara satuan-satuan organisasi atau petugasnya.[4]
Pengorganisasian dakwah adalah keseluruhan
proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan
wewenang sedemikian rupa sehingga terciptanya suatu organisasi yang dapat
digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka penciptaan tujuan yang telah
ditentukan. Hal inilah yang dinyatakan secara eksplisit dalam h}ad>ith tersebut dengan term al-jama>’ah.
Dengan demikian, pengorganisasian memiliki arti
penting bagi proses dakwah, sebab dengan dibagi-baginya kegiatan dalam tugas-tugas
yang lebih rinci kepada pelaksana-pelaksana yang telah diseleksi akan terhindar
dari adanya penumpukan tugas berada pada satu atau dua orang saja. Jadi,
pengorganisasian mengandung unsur koordinasi untuk menemukan kepastian dari
berbagai perbedaan-perbedaan berbagai unsur demi terciptanya harmonisasi dalam
tugas dakwah.
Pengorganisasian sangat erat hubungannya dengan
pengaturan struktur melalui penentuan kegiatan untuk mencpai tujuan, walaupun
struktur itu bukan merupakan tujuan. Oleh karena itu, organizing dakwah sudah
barang tentu disesuaikan dengan bidang garapan dakwah serta lokasi pewilayahan.
Apabila pengorganisasian sebagaimana disebutkan
di atas, merupakan wadah dan kerangka struktur yang relatif tetap, maka sisi
lain dari pengorganisasian juga memperhatikan hubungan berlakunya tata kerja
menurut struktur sehingga masing-masing pelaku mempunyai hubungan formal, baik
sebagai atasan, bawahan, atau sesama sejawat dengan kewajiban dan tanggung
jawab yang telah ditetapkan. Hubungan timbal balik antara orang-orang dalam
organisasi itu merupakan proses dinamis dalam kegiatan organisasi untuk
mencapai tujuan.
Adapun langkah-langkah pengorganisasian dakwah
sebagai berikut:
1
Penentuan
spesialisasi kerja
Spesialisasi
kerja diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan
yang ditekuninya,dan tugas-tugas organisasi dibagi menjadi pekerjaaan-pekerjaan
terpisah, dengan kata lain pembagian kerja, tentunya sebelum ini harus
ditentukan apa tujuan utama organisasi dakwah tersebut.
2
Departemenisasi
dakwah
Setelah unit kerja dibagi-bagi melalui
spelisasi kerja maka selanjutnya diperlukan pengelompokkan pekerjaan-pekerjaan
yang diklasifikasikan melalui speliasi kerja, sehingga tugas yang sama atau
mirip dapat dikelompokkan secara sama-sama, sehingga dapat di koordinasikan.
Adapun departemen (biro) yang dapat dibuat seperti:
a)
Penyiaran Islam
b)
Pendidikan
c)
Pembinaan
kesejahteraan masyarakat
d)
Pemberdayaan
ekonomi
e)
Pengembangan
kebudayaan
f)
Penerbitan dan
pustaka
g)
Penelitian
h)
Logistik
i)
Tata usaha
j)
Kader
3
Menentukan rantai
komando
4
Rentang kendali
5
Sentralisasi
dan desentralisasi
6
Menformalisasi
dakwah
7
Penentuan
strategi dan struktur dakwah
Adapun kunci penting yang sangat berperan dalam
semua itu adalah jalinan hubungan (komunikasi). Komunikasi yang terjalin antara
pimpinan dakwah, bagian-bagian, dan seksi-seksi. Karena komunikasi merupakan
cara yang akurat dan efektif dalam menyampaikan gagasan, fakta, pikiran,
perasaan, dan nilai kepada orang lain. Begitu juga, komunikasi adalah
suatu jembatan arti (mempunyai makna) di antara orang-orang sehingga mereka
dapat berbagi hal-hal yang mereka rasakan dan ketahui.[5]
Kenapa harus komunikasi?. Karena organisasi
tidak mungkin berada tanpa komunikasi.[6] Apabila tidak ada komunikasi, niscaya
pemimpin dakwah tidak akan mengetahui apa yang dilakukan seksi-seksinya, dan
begitu juga seksi-seksi yang lain tidak akan mengetahuai apa yang dilakukan
rekan kerjanya. Apabila komunikasi efektif, ia dapat mendorong timbulnya
prestasi lebih baik dan suatu kepuasan.
Dalam konteks
ke-Indonesiaan kesadaran dakwah telah terorganisir dengan baik dalam suatu
wadah oraganisasi gerakan dan manajemen dakwah, seperti Nahdhatul
Ulama,Muhammadiyah, Persatuan Islam, Al-Irsyad, Al-Washliyah, termasuk Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia dan lain-lain. Kemudian masing-masing lembaga ini melakukan upaya pembinaan,
pemberdayaan dan pengembangan umat. Dalam menunjang aktivitas dakwahnya, maka
telah membentuk sebuah lembaga yang mengelola potensi ZIS dan dioptimalkan
untuk kepentingan umat.
Bahkan dalam
dekade sepuluh tahun ini, mulai bermunculan dan semakin berkembang pula
berbagai lembaga amil zakat yang profesional dalam penghimpunan, pengelolaan
dan penyaluran ZIS. Diantaranya; Dompet Dhua’fa, Al-Azhar Peduli Umat, PKPU,
Rumah Zakat, dll.
Sama dengan
dengan organisasi atau lembaga dakwah lainnya, Dewan Dakwah berupaya menghimpun
diri untuk menyampaikan dakwah secara terorganisir dalam upaya bina`an
wa-difa`n dengan menitik beratkan pada al-amru bil-ma’ruf an-nahyu
‘anil-munkar dalam ikhtiar menjaga umat dari kemungkinan
penyimpangan-penyimpangan aqidah dan pemurtadan serta melakukan pengawalan
syari’at sehingga terwujud tatanan masyarakat Islami, dengan
menekankan “da’wah bil-hikmah, wal-mau’izhatil-hasanah, wal-mujâdalah billatî
hiya ahsan”.[7] Tahapan pencapaiannya dilakukan dengan cara; pertama,
membentuk dan meningkatkan kualitas kader du’ât yang professional, melalui
kaderisasi yang terencana dan terprogram, ditunjang dengan sarana dakwah yang
memadai serta manajemen yang professional.Kedua, terbentuknya jaringan kerjasama
dan koordinasi sesama umat kearah
terwujudnya amal jama’i dakwah yang mutualistis dengan berbagai
pihak. Ketiga, melakukan upaya difa`an,agar umar terhindar dari
kemungkinan penyimpangan akidah, pemurtadan, dan sebagainya.[8] Sedangkan tahapan operasionalnya, dimulai dari perintisan,
pembinaan dan pengembangan.[9]
C.
Manajemen Dakwah
Dalam
usaha dakwah yang lebih luas dan compleceted
dibandingkan dengan kegiatan bussines
dan usaha-usaha lainnya, tidak dapat
berjalan secara baik, efektif dan efesien apabila
tidak disertai dengan manejemen. Dengan
demikian penggunaan prinsip-prinsip manajemen dalam
proses penyelenggaraan dakwah adalah merupakan
keharusan.[10] Manajemen dakwah
yaitu sebagai pproses perencanaan tugas, mengelompokan tugas, menghimpun dan
menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian
menggerakan ke arah tujuan dakwah.[11]
Secara khusus,
manajemen dakwah bertujuan menyiapkan ilmuan dakwah yang bermoral tinggi serta
memiliki keterampilan sebagai manajer dalam mengelola lembaga-lembaga dakwah
dan kemasyarakatan dengan pendekatan manajemen secara professional. Didalam
suatu manajemen pasti terdapat unsur-unsur pendorongnya untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan. Dalam usaha bersama untuk mencapi tujuan tersebut digunakan
unsur manajemen dakwah sebagai berikut :
1)
Men, yaitu tenaga kerja manusia baik tenaga kerja eklusif mauoun
operatif. Manusia dalam proses dakwah merupakan pelaksana dakwah atau subjek
dakwah dan juga orang-orang yang secara langusng berhadapan dengan masyarakat
seperti mubaligh dan khatib.
2)
Money, yaitu uang yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Uang yang digunakan untuk melengkapi kebutuhan diperlukan dalam
manajemen seperti upah melengkapi kebutuhan yang diperlukan dalam manajemen
seperti untuk upah/gaji karyawan. Dalam kegiatan dakwah adanya uang termasuk
media dakwah. Media dakwah adalah alat yang objektif yang menjadi salauran yang
menghubungkan ide dengan umat, suaut elemen yang vital dan merupakan ural nadi
dalam menyampaikan dakwah.[12]
3)
Method,
yaitu cara yang digunakan dalam usaha mencapai tujuan. Tercapai atau tidaknya
ditentukan oleh metode mana yang digunakan dalam suatu organisasi. Dalam
kegiatan dakwah, metode dakwah dapat dilihat dari tiga sisi
yaitu sisi objek, subjek, dan materi.
4)
Material,
yakni bahan-bahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Materi
dalam manajemen dakwah adalah ajaran itu sendiri yang berpegang kepada
Al-Qur’an dan Sunnah. Sumber utama dan utama dakwah adalah ilmu-ilmu agama
islam, dasar pokok utama adalah tauhid, sedangkan sumber suci murni adalah
Al-Qur’an dan Sunnah, sumber kedua untuk dakwah ialah ilmu-ilmu umum seperti
sejarah umum.
5)
Machines,
yakni alat-alat yang digunakan untuk mencapat tujuan. Seperti media dakwah
yaitu media cetak dan media elektronik termasuk didalamnya radio, televisi,
internet.
6)
Market,
yakni tempat menjual ouput dan produk-produk yang dihasilkan. Sedangkan dalam
proses dakwah yang disebut objek dakwah adalah orang-orang yang menerima dakwah
atau yang menjadi sasaran dakwah itu sendiri baik secara indivindu, kelompok
maupun masyarakat umum.[13]
Sedangkan ruang
lingkup dakwah akan berputar pada kegiatan dakwah, di mana dalam aktivitas
tersebut diperlukan seperangkat pendukung dalam mencapai kesuksesan. Adapun
hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dakwah antara lain meliputi:
1)
Keberadaan seorang da’I, baik yang terjun secara langsung maupun
tidak langsung, dalam pengertian eksistensi da’I yang bergerak di bidang dakwah
itu sendiri.
2)
Materi merupakan isi yang akan disampaikan kepada mad’u, pada
tataran ini materi harus bisa memenuhi atau yang dibutuhkan oleh mad’u,
sehingga akan mancapai sasaran dakwah itu sendiri, dan
3)
Mad’u kegiatan dakwah harus jelas sasarannya, dalam artian ada
objek yang akan didakwahi.[14]
Keberhasilan
dalam melaksanakan dakwah tidak lepas dari subyek dakwah itu sendiri dalam
menyusun sebuah strategi. Selama ini dakwah dilakukan hanya sebatas
menyampaikan materi saja, soal diterima atau tidaknya adalah urusan belakang.
Sebenarnya dakwah akan mendekati sebuah keberhasilan apabila mempunyai strategi
yang matang, namun strategi yang matang hanya apabila kita menyusunnya melalui
sebuah sistem yang yang terstruktur, dan dalam hal ini sebuah sistem yang
terstruktur adanya dalam sebuah badan organisasi. Kemudian organisasi inilah
yang akan menyusun sebuah strategi dalam menjalankan misi dakwahnya. Allah sangat senang melihat umat Islam
melaksanakan suatu tugas dengan rapi dan teratur, hal ini dinyatakan secara
ekspilisit dalam surah al-Saff ayat 4.[15]
Apa yang
menjadi tujuan dakwah, hanya akan terwujud apabila seluruh peruses kegiatan
terselenggara secara terencana teratur. Dengan demikian, Munir dan
Wahyu Ilahi, bahwa inti dari manajemen dakwah adalah sebuah pengaturan
secara sistematis dan kordinatif dalam kegiatan suatu aktivitas yang dimulai
dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah.[16] Setelah
mengemukakan gambaran tentang organisasi, manajemen dan dakwah, maka dapat
ditarik suatu pemahaman bahwa antara organisasi, manajemen dan dakwah itu
sendiri. masing masing merupakan suatu proses kegiatan bersama dan terencana,
serta mempunyai cita-cita dan tujuan.
[1]
Muhammad Sulthon, Menjawab Tantangan Zaman
Desain Ilmu Dakwah Kajian Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis,
(Semarang: Walisongo Press, 2003) hlm, 35
[5] Keith Davis dan John W. Newstrom, Perilaku
dalam Organisasi (Jakarta: Gelora
Akasara Pratama, 1985), 150.
[6]
Ibid., 151.
[7] Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Pedoman Tatalaksana
Organisasi & Uraian Tugas Jabatan Pengurus dan Personil, (Jakarta: PT.
Abadi, 2008), cet.1, hlm. 11
[10] Eneng purwanti, manajemen dakwah dan aplikasinya bagi
pengembangan organisasi dakwah, jurnal adzikra Vol. 01. No. 02 (Juli -
Desember) 2010 hlm.13
[11] Zaini Muhtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah,
[Yogyakarta: PT al-Amin Press, 1996], hlm.37
[12] Hamzah ya’cub 1986, hal.47
[13] Muchtarom zaini, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta
: Kurnia Kalam Semesta, 1996)
[14] M. M. Munir, Manajemen Dakwah, [Jakarta: Rahmat Semesta,
2009], hlm.79-80
[15] Sungguh Allah menyukai orang yang berperang di jalan Nya secara
bersaf-saf seperti sebuah bangunan yang tersusun rapi.
[16] M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Cet.II;
Jakarta: Kencana, 2009), h. 36-37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar