Lutfi, itulah panggilan akrab Muhammad Lutfi. Terlahir di desa Maddalan, kecamatan Lenteng, kabupaten Sumenep pada
tanggal 04 April 1994. Ia
adalah anak ketiga dari tiga bersaudara
yang terlahir dari pasangan Mahrawi dan Ernani. Di usia kecilnya, ia tidak beda dengan anak-anak yang seumuran
dengannya, bermain dan sekolah adalah kegiatan sehari-harinya. Di mata kedua
orang tua, lutfi adalah anak yang berbakti dan penurut. Kedua orang tua sangat
menyayanginya.
Pada masa kecilnya, ia belajar ngaji dan materi keagamaan
di mushalla asuhan Ustadz Dumairi. Sedangkan sekolah umumnya dimulai dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cangkreng Lenteng dan
lulus tahun 2006. Kemudian
ia melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Tanwirul
Hija dan lulus tahun 2009. Kemudian
ia melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Tanwirul Hija dan lulus
tahun 2012. Kemudian ia
melanjutkan ke Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya dengan program
studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
(FDIK). Di Surabaya, ia tinggal di
kost di Jl. Jemursari gang IX RT X Jemur Wonosari Wonocolo. Sekarang ia menjadi aktivis Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI).
Banyak sifat-sifat kepribadian Muhammad Lutfi yang dapat
dijadikan sebagai suri teladan terutama bagi para mahasiswa, diantaranya adalah
istiqomah mengajarkan dan menularkan pengetahuannya bagi siapa saja yang
bertanya kepadanya. Sekalipun kesibukan beliau bertumpuk-tumpuk, sebagai
seorang aktivis. “Saya mengajarkan dan menularkan pengetahuan bagi siapa saja
yang bertanya kepada saya itu, saya ingin beramal pengetahuan kepada orang
lain, saya ingin menjadi orang yang bermanfaat kepada orang lain” katanya
dengan semangat.
Lutfi itulah berpola
hidup sederhana, zuhud, tidak terkesan hidup mewah, dan tampil apa adanya serta berbaju rapi. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi pakaiannya, tempat tinggal, dan
makanannya yang sangat sederhana, tidak terkesan mewah. Ia merasa bahwa kemiskinan bukanlah hambatan
menuju kesuksesan. “Kesederhanaan itu membuat saya senang serta kemiskinan
bukanlah kendala untuk menuju kesuksesan, semangat dan semangat untuk menuju sukses, tiada kata
gagal bagi orang miskin selama ia masih mempunyai semangat yang besar”. Katanya
dengan sederhana.
Semangat Lutfi yang besar, itulah mungkin yang mengantarkannya
untuk meneruskan studinya di UINSA Surabaya. Orang tuanya menyerah dikala ia
meminta kuliah di kampus Islam tersebut. Salah satu alasannya adalah orang
tuanya tidak mempunyai uang untuk biaya studinya. Namun dengan berkat semangat
yang membara, ternyata ia mampu kuliah di Universitas Islam Negeri di kota
Pahlawan tersebut. Dalam perjalanannya selama kuliah, ia sering puasa Senin-
Kamis untuk menghemat biaya hidupnya di Surabaya.
Selain itu, ia juga mengetahui bahwa sangat banyak berkah yang didapat dari
puasa tersebut. Orang tuanya menyuruhnya bahwa puasa Senin- Kamis itu menyebabkan orang menjadi sukses. “Saya
melakukan puasa Senin- Kamis untuk
menjadi orang sukses, karena sudah banyak bukti bahwa puasa Senin- Kamis menjadikan orang kecil (miskin) menjadi orang
sukses serta orang tua saya menyuruh saya bahwa puasa Senin- Kamis itu menyebabkan orang menjadi sukses”
ungkapnya dengan kata-kata yang lembut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar