Sabtu, 07 Desember 2013

Miskin Harta, Berjiwa Besar


Lutfi, itulah panggilan akrab Muhammad Lutfi. Terlahir di desa Maddalan, kecamatan Lenteng, kabupaten Sumenep pada tanggal 04 April 1994. Ia adalah anak ketiga dari tiga bersaudara yang terlahir dari pasangan Mahrawi dan Ernani. Di usia kecilnya, ia tidak beda dengan anak-anak yang seumuran dengannya, bermain dan sekolah adalah kegiatan sehari-harinya. Di mata kedua orang tua, lutfi adalah anak yang berbakti dan penurut. Kedua orang tua sangat menyayanginya.
Pada masa kecilnya, ia belajar ngaji dan materi keagamaan di mushalla asuhan Ustadz Dumairi.  Sedangkan sekolah umumnya dimulai dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cangkreng Lenteng dan lulus tahun 2006. Kemudian ia melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Tanwirul Hija dan lulus tahun 2009. Kemudian ia melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Tanwirul Hija dan lulus tahun 2012. Kemudian ia melanjutkan ke Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya dengan program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK). Di Surabaya, ia tinggal di kost di Jl. Jemursari gang IX RT X Jemur Wonosari Wonocolo. Sekarang ia menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Banyak sifat-sifat kepribadian Muhammad Lutfi yang dapat dijadikan sebagai suri teladan terutama bagi para mahasiswa, diantaranya adalah istiqomah mengajarkan dan menularkan pengetahuannya bagi siapa saja yang bertanya kepadanya. Sekalipun kesibukan beliau bertumpuk-tumpuk, sebagai seorang aktivis. “Saya mengajarkan dan menularkan pengetahuan bagi siapa saja yang bertanya kepada saya itu, saya ingin beramal pengetahuan kepada orang lain, saya ingin menjadi orang yang bermanfaat kepada orang lain” katanya dengan semangat.
Lutfi itulah berpola hidup sederhana, zuhud, tidak terkesan hidup mewah, dan tampil apa adanya serta berbaju rapi. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi pakaiannya, tempat tinggal, dan makanannya yang sangat sederhana, tidak terkesan mewah. Ia merasa bahwa kemiskinan bukanlah hambatan menuju kesuksesan. “Kesederhanaan itu membuat saya senang serta kemiskinan bukanlah kendala untuk menuju kesuksesan, semangat  dan semangat untuk menuju sukses, tiada kata gagal bagi orang miskin selama ia masih mempunyai semangat yang besar”. Katanya dengan sederhana.
Semangat Lutfi yang besar, itulah mungkin yang mengantarkannya untuk meneruskan studinya di UINSA Surabaya. Orang tuanya menyerah dikala ia meminta kuliah di kampus Islam tersebut. Salah satu alasannya adalah orang tuanya tidak mempunyai uang untuk biaya studinya. Namun dengan berkat semangat yang membara, ternyata ia mampu kuliah di Universitas Islam Negeri di kota Pahlawan tersebut. Dalam perjalanannya selama kuliah, ia sering puasa Senin- Kamis  untuk menghemat biaya hidupnya di Surabaya. Selain itu, ia juga mengetahui bahwa sangat banyak berkah yang didapat dari puasa tersebut. Orang tuanya menyuruhnya bahwa puasa Senin- Kamis  itu menyebabkan orang menjadi sukses. “Saya melakukan puasa Senin- Kamis  untuk menjadi orang sukses, karena sudah banyak bukti bahwa puasa Senin- Kamis  menjadikan orang kecil (miskin) menjadi orang sukses serta orang tua saya menyuruh saya bahwa puasa Senin- Kamis  itu menyebabkan orang menjadi sukses” ungkapnya dengan kata-kata yang lembut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar