Sabtu, 07 Desember 2013

PENGINTEGRASIAN, PENGORGANISASIAN DAN MANAJEMEN DAKWAH




A.    Pengintegrasian Dakwah (Dakwah Secara Terpadu)
Dakwah dilakukan secara terpadu, dengan pengertian bahwa berbagai aspek kebutuhan masyarakat diatas dapat terjangkau oleh program dakwah, dapat melibatkan berbagai unsur yang ada dalam masyarakat dan penyelenggaraan program dakwah itu sendiri merupakan rangkaian yang tak terpisah-pisah.[1]
Integrated dakwah communication (IDC), yaitu aktivitas komunikasi dakwah yang dilakukan secara terpadu atau terintegrasi. Dikatakan terpadu karena komunikasi tersebut, baik dari aspek headline; konten; desain visual; bentuk media; timeline disusun dan dirancang secara runtut dan sistemik yang terangkum dalam ide besar (big idea) komunikasi. Kesemuanya harus berada dalam jalur yang satu (inline).
Dakwah yang dilakukan tanpa jaringan hasilnya bisa dipastikan “kurang maksimal”, sedangkan dakwah yang dilakukan dengan membangun jaringan atau sebuah kerjasama akan menimbulkan kekuatan yang efektif dan efisien yang akan dapat mencapai hasil yang nyata dan maksimal.
Di era digital (The Digital Age) seperti sekarang ini membuat orang semakin mudah untuk mencari dan menerima informasi. Setiap orang bisa menjadi penerima berita, sekaligus sumber berita. Karena setiap orang punya kesempatan untuk melakukan keduanya everytime, everywhere, from everyone. Disinilah tantangan terbesar bagi komunikasi dakwah, yaitu bagaimana dakwah yang kita lakukan bisa meraih perhatian (Attention), menarik (Interest), dicari oleh audiens (Search), mendorong untuk berpartipasi (Action) dan bersedia untuk menyebarkan dan mendialogkan dengan lingkungannya (Share), yang dalam strategi marketing communication dikenal dengan istilah AISAS. Dan hal ini membutuhkan perancangan komunikasi dakwah yang terintegrasi. Untuk apa? Jawabannya, untuk meraih ‘sekapling’ persepsi di benak (baca: otak) target audiens dan mampu stand out  (baca: terindera) ditengah-tengah hingar-bingarnya informasi dunia.[2]
B.   Pengorganisasian Dakwah
Pengorganisasian mempunyai akar kata organisasi (organization). Dalam kamus KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) organisasi ialah kesatuan (susunan) yang terdiri atas bagian-bagian (orang) dalam perkumpulan untuk tujuan tertentu; atau kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama.[3] Sedangkan pengorganisasian sendiri ialah proses, cara, atau perbuatan mengorganisasi. Itu secara etimologi, sedangkan secara terminologi ialah rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja diantara satuan-satuan organisasi atau petugasnya.[4]
Pengorganisasian dakwah adalah keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang sedemikian rupa sehingga terciptanya suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka penciptaan tujuan yang telah ditentukan. Hal inilah yang dinyatakan secara eksplisit dalam h}ad>ith tersebut dengan term al-jama>’ah.
Dengan demikian, pengorganisasian memiliki arti penting bagi proses dakwah, sebab dengan dibagi-baginya kegiatan dalam tugas-tugas yang lebih rinci kepada pelaksana-pelaksana yang telah diseleksi akan terhindar dari adanya penumpukan tugas berada pada satu atau dua orang saja. Jadi, pengorganisasian mengandung unsur koordinasi untuk menemukan kepastian dari berbagai perbedaan-perbedaan berbagai unsur demi terciptanya harmonisasi dalam tugas dakwah.
Pengorganisasian sangat erat hubungannya dengan pengaturan struktur melalui penentuan kegiatan untuk mencpai tujuan, walaupun struktur itu bukan merupakan tujuan. Oleh karena itu, organizing dakwah sudah barang tentu disesuaikan dengan bidang garapan dakwah serta lokasi pewilayahan.
Apabila pengorganisasian sebagaimana disebutkan di atas, merupakan wadah dan kerangka struktur yang relatif tetap, maka sisi lain dari pengorganisasian juga memperhatikan hubungan berlakunya tata kerja menurut struktur sehingga masing-masing pelaku mempunyai hubungan formal, baik sebagai atasan, bawahan, atau sesama sejawat dengan kewajiban dan tanggung jawab yang telah ditetapkan. Hubungan timbal balik antara orang-orang dalam organisasi itu merupakan proses dinamis dalam kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan.
Adapun langkah-langkah pengorganisasian dakwah sebagai berikut:
1        Penentuan spesialisasi kerja
Spesialisasi kerja diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan yang ditekuninya,dan tugas-tugas organisasi dibagi menjadi pekerjaaan-pekerjaan terpisah, dengan kata lain pembagian kerja, tentunya sebelum ini harus ditentukan apa tujuan utama organisasi dakwah tersebut.
2        Departemenisasi dakwah
Setelah unit kerja dibagi-bagi melalui spelisasi kerja maka selanjutnya diperlukan pengelompokkan pekerjaan-pekerjaan yang diklasifikasikan melalui speliasi kerja, sehingga tugas yang sama atau mirip dapat dikelompokkan secara sama-sama, sehingga dapat di koordinasikan. Adapun departemen (biro) yang dapat dibuat seperti:
a)      Penyiaran Islam
b)      Pendidikan
c)      Pembinaan kesejahteraan masyarakat
d)     Pemberdayaan ekonomi
e)      Pengembangan kebudayaan
f)       Penerbitan dan pustaka
g)      Penelitian
h)      Logistik
i)        Tata usaha
j)        Kader
3        Menentukan rantai komando
4        Rentang kendali
5        Sentralisasi dan desentralisasi
6        Menformalisasi dakwah
7        Penentuan strategi dan struktur dakwah
Adapun kunci penting yang sangat berperan dalam semua itu adalah jalinan hubungan (komunikasi). Komunikasi yang terjalin antara pimpinan dakwah, bagian-bagian, dan seksi-seksi. Karena komunikasi merupakan cara yang akurat dan efektif dalam menyampaikan gagasan, fakta, pikiran, perasaan, dan nilai kepada orang lain. Begitu juga, komunikasi adalah suatu jembatan arti (mempunyai makna) di antara orang-orang sehingga mereka dapat berbagi hal-hal yang mereka rasakan dan ketahui.[5]
Kenapa harus komunikasi?. Karena organisasi tidak mungkin berada tanpa komunikasi.[6]  Apabila tidak ada komunikasi, niscaya pemimpin dakwah tidak akan mengetahui apa yang dilakukan seksi-seksinya, dan begitu juga seksi-seksi yang lain tidak akan mengetahuai apa yang dilakukan rekan kerjanya. Apabila komunikasi efektif, ia dapat mendorong timbulnya prestasi lebih baik dan suatu kepuasan.
Dalam konteks ke-Indonesiaan kesadaran dakwah telah terorganisir dengan baik dalam suatu wadah oraganisasi gerakan dan manajemen dakwah, seperti Nahdhatul Ulama,Muhammadiyah, Persatuan Islam, Al-Irsyad, Al-Washliyah, termasuk Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan lain-lain. Kemudian masing-masing lembaga ini melakukan upaya pembinaan, pemberdayaan dan pengembangan umat. Dalam menunjang aktivitas dakwahnya, maka telah membentuk sebuah lembaga yang mengelola potensi ZIS dan dioptimalkan untuk kepentingan umat.
Bahkan dalam dekade sepuluh tahun ini, mulai bermunculan dan semakin berkembang pula berbagai lembaga amil zakat yang profesional dalam penghimpunan, pengelolaan dan penyaluran ZIS. Diantaranya; Dompet Dhua’fa, Al-Azhar Peduli Umat, PKPU, Rumah Zakat, dll.
Sama dengan dengan organisasi atau lembaga dakwah lainnya, Dewan Dakwah berupaya menghimpun diri untuk menyampaikan dakwah secara terorganisir dalam upaya bina`an wa-difa`n dengan menitik beratkan pada al-amru bil-ma’ruf an-nahyu ‘anil-munkar dalam ikhtiar menjaga umat dari kemungkinan penyimpangan-penyimpangan aqidah dan pemurtadan serta melakukan pengawalan syari’at  sehingga terwujud tatanan masyarakat Islami, dengan menekankan “da’wah bil-hikmah, wal-mau’izhatil-hasanah, wal-mujâdalah billatî hiya ahsan”.[7] Tahapan pencapaiannya dilakukan dengan cara; pertama, membentuk dan meningkatkan kualitas kader du’ât yang professional, melalui kaderisasi yang terencana dan terprogram, ditunjang dengan sarana dakwah yang memadai serta manajemen yang professional.Kedua, terbentuknya jaringan kerjasama dan koordinasi sesama umat kearah terwujudnya amal jama’i dakwah yang mutualistis dengan berbagai pihak. Ketiga, melakukan upaya difa`an,agar umar terhindar dari kemungkinan penyimpangan akidah, pemurtadan, dan sebagainya.[8] Sedangkan tahapan operasionalnya, dimulai dari perintisan, pembinaan dan pengembangan.[9]

C.    Manajemen Dakwah
Dalam    usaha  dakwah  yang  lebih  luas  dan  compleceted dibandingkan  dengan  kegiatan    bussines  dan  usaha-usaha  lainnya,  tidak  dapat  berjalan  secara  baik,  efektif  dan  efesien apabila  tidak  disertai  dengan  manejemen.  Dengan  demikian penggunaan  prinsip-prinsip  manajemen  dalam  proses penyelenggaraan  dakwah  adalah  merupakan  keharusan.[10]  Manajemen dakwah yaitu sebagai pproses perencanaan tugas, mengelompokan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian menggerakan ke arah tujuan dakwah.[11]
Secara khusus, manajemen dakwah bertujuan menyiapkan ilmuan dakwah yang bermoral tinggi serta memiliki keterampilan sebagai manajer dalam mengelola lembaga-lembaga dakwah dan kemasyarakatan dengan pendekatan manajemen secara professional. Didalam suatu manajemen pasti terdapat unsur-unsur pendorongnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam usaha bersama untuk mencapi tujuan tersebut digunakan unsur manajemen dakwah sebagai berikut :
1)    Men, yaitu tenaga kerja manusia baik tenaga kerja eklusif mauoun operatif. Manusia dalam proses dakwah merupakan pelaksana dakwah atau subjek dakwah dan juga orang-orang yang secara langusng berhadapan dengan masyarakat seperti mubaligh dan khatib.
2)    Money, yaitu uang yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Uang yang digunakan untuk melengkapi kebutuhan diperlukan dalam manajemen seperti upah melengkapi kebutuhan yang diperlukan dalam manajemen seperti untuk upah/gaji karyawan. Dalam kegiatan dakwah adanya uang termasuk media dakwah. Media dakwah adalah alat yang objektif yang menjadi salauran yang menghubungkan ide dengan umat, suaut elemen yang vital dan merupakan ural nadi dalam menyampaikan dakwah.[12]
3)    Method, yaitu cara yang digunakan dalam usaha mencapai tujuan. Tercapai atau tidaknya ditentukan oleh metode mana yang digunakan dalam suatu organisasi. Dalam kegiatan dakwah, metode dakwah dapat dilihat dari tiga sisi yaitu  sisi objek, subjek, dan materi.
4)    Material, yakni bahan-bahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Materi dalam manajemen dakwah adalah ajaran itu sendiri yang berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Sumber utama dan utama dakwah adalah ilmu-ilmu agama islam, dasar pokok utama adalah tauhid, sedangkan sumber suci murni adalah Al-Qur’an dan Sunnah, sumber kedua untuk dakwah ialah ilmu-ilmu umum seperti sejarah umum.
5)    Machines, yakni alat-alat yang digunakan untuk mencapat tujuan. Seperti media dakwah yaitu media cetak dan media elektronik termasuk didalamnya radio, televisi, internet.
6)    Market, yakni tempat menjual ouput dan produk-produk yang dihasilkan. Sedangkan dalam proses dakwah yang disebut objek dakwah adalah orang-orang yang menerima dakwah atau yang menjadi sasaran dakwah itu sendiri baik secara indivindu, kelompok maupun masyarakat umum.[13]
Sedangkan ruang lingkup dakwah akan berputar pada kegiatan dakwah, di mana dalam aktivitas tersebut diperlukan seperangkat pendukung dalam mencapai kesuksesan. Adapun hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dakwah antara lain meliputi:
1)        Keberadaan seorang da’I, baik yang terjun secara langsung maupun tidak langsung, dalam pengertian eksistensi da’I yang bergerak di bidang dakwah itu sendiri.
2)        Materi merupakan isi yang akan disampaikan kepada mad’u, pada tataran ini materi harus bisa memenuhi atau yang dibutuhkan oleh mad’u, sehingga akan mancapai sasaran dakwah itu sendiri, dan
3)        Mad’u kegiatan dakwah harus jelas sasarannya, dalam artian ada objek yang akan didakwahi.[14]
Keberhasilan dalam melaksanakan dakwah tidak lepas dari subyek dakwah itu sendiri dalam menyusun sebuah strategi. Selama ini dakwah dilakukan hanya sebatas menyampaikan materi saja, soal diterima atau tidaknya adalah urusan belakang. Sebenarnya dakwah akan mendekati sebuah keberhasilan apabila mempunyai strategi yang matang, namun strategi yang matang hanya apabila kita menyusunnya melalui sebuah sistem yang yang terstruktur, dan dalam hal ini sebuah sistem yang terstruktur adanya dalam sebuah badan organisasi. Kemudian organisasi inilah yang akan menyusun sebuah strategi dalam menjalankan misi dakwahnya. Allah sangat senang melihat umat Islam melaksanakan suatu tugas dengan rapi dan teratur, hal ini dinyatakan secara ekspilisit dalam surah al-Saff ayat 4.[15]
 Apa yang menjadi tujuan dakwah, hanya akan terwujud apabila seluruh peruses kegiatan terselenggara secara terencana teratur. Dengan demikian,  Munir dan Wahyu Ilahi,  bahwa inti dari manajemen dakwah adalah sebuah pengaturan secara sistematis dan kordinatif dalam kegiatan suatu aktivitas yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah.[16] Setelah mengemukakan gambaran tentang organisasi, manajemen dan dakwah, maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa antara organisasi, manajemen dan dakwah itu sendiri. masing masing merupakan suatu proses kegiatan bersama dan terencana, serta mempunyai cita-cita dan tujuan.


[1] Muhammad Sulthon, Menjawab Tantangan Zaman  Desain Ilmu Dakwah Kajian Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis, (Semarang: Walisongo Press, 2003) hlm, 35
[2] Redaksi. Integrated Dakwah Communication dalam Tabloid Media Umat ed. 92, 15 November 2012
[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ebsoft.web.id
[4] A. Rosyad Shaleh,  Management Da’wah Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), 88.
[5] Keith Davis dan John W. Newstrom, Perilaku dalam Organisasi  (Jakarta: Gelora Akasara Pratama, 1985), 150.
[6] Ibid., 151.
[7] Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Pedoman Tatalaksana Organisasi & Uraian Tugas Jabatan Pengurus dan Personil, (Jakarta: PT. Abadi, 2008), cet.1, hlm. 11
[8] Ibid, hlm. 22
[9]  Ibid, hlm. 22-24
[10] Eneng purwanti, manajemen dakwah dan aplikasinya bagi pengembangan organisasi dakwah, jurnal adzikra Vol. 01. No. 02 (Juli - Desember) 2010 hlm.13
[11] Zaini Muhtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, [Yogyakarta: PT al-Amin Press, 1996], hlm.37
[12] Hamzah ya’cub 1986, hal.47
[13] Muchtarom zaini, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta : Kurnia Kalam Semesta, 1996)
[14] M. M. Munir, Manajemen Dakwah, [Jakarta: Rahmat Semesta, 2009], hlm.79-80
[15] Sungguh Allah menyukai orang yang berperang di jalan Nya secara bersaf-saf seperti sebuah bangunan yang tersusun rapi.
[16] M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Cet.II; Jakarta:  Kencana, 2009), h. 36-37. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar